Banjir Terjang 24 Desa
Tanggal 6 hingga 7 Mei menjadi pembuka rentetan bencana di Tahun 2019. Hujan deras yang berlangsung selama berjam-jam mengakibatkan sejumlah sungai besar di Trenggalek meluap dan menggenangi perkampungan warga. Dari data Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalops) BPBD Trenggalek tercatat ada 24 desa di tujuh kecamatan yang diterjang banjir.
7 Kecamatan terdampak adalah Trenggalek, Pogalan, Tugu, Karangan, Suruh, Panggul dan Kecamatan Durenan. Dampak bencana banjir terparah di Kecamatan Trenggalek, Pogalan dan Kecamatan Panggul. Dengan rata-rata ketinggian air mencapai 50 sentimeter hingga 1,5 meter.
Baca juga: Ini Pelaku Ilegal Logging yang Tabrak Polisi |
Tanah Longsor Terjang 43 Titik
Musim penghujan di awal Maret membawa dampak besar terhadap rentetan kejadian tanah longsor. Dari catatan BPBD Trenggalek, pada pekan pertama Maret sedikitnya telah terjadi tanah longsor di 43 titik. Akibatnya sejumlah rumah penduduk rusak dan ruas jalan tertimbun material longsor.
Bupati Trenggalek Mochammad Nur Arifin, kala itu mengatakan puluhan titik longsor tersebar di Kecamatan Bendungan, Trenggalek, Suruh, Dongko, Pule, Tugu dan Kecamatan Panggul. Dampak tanah longsor dinilai lebih parah dibanding banjir. Sebab puluhan rumah penduduk dan fasilitas publik mengalami kerusakan.
"Ada beberapa akses jalan yang terhambat, seperti di daerah Siki, Kecamatan Dongko, akses jalan antar desa sempat tertutup total oleh longsor, kemarin saya sudah ke sana, kemudian di jalan nasional juga ada yang ambles," kata Bupati Trenggalek, Mochammad Nur Arifin, Sabtu (9/3/2019).
Kekeringan Parah
Musim kemarau di tahun 2019 menjadi salah satu pemicu kekeringan parah di 62 desa yang tersebar di 14 kecamatan. Bencana kekeringan tahun ini merupakan yang terparah selama kurun waktu lima tahun terakhir.
Bahkan Kecamatan Gandusari yang selama ini belum pernah terdampak kekeringan, ikut merasakan krisis air. Parahnya kekeringan juga berdampak pada anggaran bantuan penyediaan air bersih untuk warga.
Sesuai skema penanganan krisis air, sejak September lalu BPBD Trenggalek mulai memanfaatkan Biaya Tidak Terduga (BTT) dari APBD 2019. Dari BTT, BPBD mendapatkan tambahan anggaran Rp 1,2 miliar. Penggunaan BTT terpaksa dilakukan karena dana penyediaan air bersih pada APBD induk telah habis.
Kepala Pelaksana BPBD Trenggalek Joko Rusianto mengatakan, sebelumnya masa tanggap darurat kekeringan ditetapkan sampai 30 November. Namun setelah dilakukan evaluasi dan pengecekan di lapangan, kondisi krisis air masih cukup parah. Sedangkan hujan belum secara merata terjadi di Trenggalek.
"Surat perpanjangan masa tanggap darurat sudah ditandatangani Pak Bupati. Kami juga sudah cek di lapangan ternyata masih banyak yang kekeringan. Sehingga distribusi air bersih harus terus dilakukan," ujar Joko, Senin (2/12/2019).
Tanah Gerak Rusak Belasan Rumah dan Fasum
Peristiwa bencana terakhir terjadi pada penghujung 2019, 16 rumah, masjid dan sekolah dasar di Desa Melis, Kecamatan Gandusari mengalami retak-retak akibat pergeseram tanah. Retakan tanah memanjang mulai dari bantaran sungai hingga ke perkampungan warga.
Dari 16 bangunan terdampak, dua warga terpaksa mengosongkan rumah, lantatan takut roboh. Terkait kondisi itu, BPBD Trenggalek mulai turun ke lokasi kejaidan untuk melakukan penanganan. Warga diimbau tidak panik, namun hadus selalu waspada.
Simak Video "Tebing Setinggi 30 Meter Longsor Tutup Akses Jalan di Tulungagung"
(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini