Pacitan - Tak sedikitpun suara keluar dari mulut Sigit (44). Tapi gerakan tangan dan jemarinya tak berhenti menggambarkan sesuatu.
Sesekali sorot matanya berubah serius. Sedetik kemudian senyum tersungging dari wajahnya yang teduh.
"Senang bisa belajar di sini," begitulah kira-kira pesan yang ingin dia sampaikan melalui penerjemah, Jumat (20/12/2019) usai subuh.
Sigit merupakan satu dari 20 jemaah
majelis taklim tuna rungu di Masjid Agung Darul Falah, Pacitan. Dirinya datang bersama rekan-rekan sesama alumni Sekolah Luar Biasa (SLB). Ada pula beberapa siswa aktif di sekolah tersebut yang ikut mengaji.
"Bahagia sekali kenal banyak teman di sini. Bisa belajar agama," ungkap Erik (17), siswa kelas 2 SLB YKK dengan bahasa isyarat.
Selama 3 hari hingga Sabtu (21/12), masjid besar di Jalan Imam Bonjol itu menjadi ajang belajar bagi penyandang tuna rungu. Sepanjang hari mereka mengikuti kegiatan keagamaan. Mulai dari mengikuti ceramah, tata cara ibadah, hingga belajar baca tulis Alquran.
Tentu saja, materi harus disampaikan dengan teknik khusus. Yakni bahasa isyarat. Di sinilah keunikan dakwah yang dikhususkan bagi penyandang disabilitas.
Riyan Rifaldo (29) merupakan seorang dai yang mendedikasikan waktunya untuk melayani kalangan tuna rungu. Ustaz asal Lampung itu giat melakukan safari antarmasjid bersama beberapa pengajar lain dari salah saru pondok pesantren di Magetan.
Di tiap tempat yang didatangi, mereka mengundang tuna rungu hadir sebagai jemaah. Riyan tak sendirian. Di dalam kelompok kecil yang diketuai Ustaz Khoirul Anwar, sedikitnya ada 6 dai lain yang menguasai bahasa isyarat. Komunikasi pun relatif mudah dilakukan meski jemaah berasal dari latarbelakang berbeda-beda.
"Ketika baru ikut (pengajian) kita tanya mereka. Tuhan ada berapa? Ada yang jawab 100, ada yang 5 dan sebagainya," ucap Riyan prihatin.
Diakuinya, pesan keagamaan selama ini belum tersampaikan dengan baik kepada warga berkebutuhan khusus. Dampaknya, pemahaman mereka terhadap ajaran Islam pun relatif minim. Tak ayal, sebagian langsung meluapkan kebahagiaan saat bergabung di antara jemaah lain.
Salat subuh usai dilaksanakan. Sebagian jemaah pulang. Namun masih ada sekelompok jemaah lain yang berkumpul di sisi kiri mimbar. Dua orang ustaz duduk di kursi menghadap mereka untuk menyampaikan tausiah.
Mereka tampak bergeming meski harus duduk selama 1 jam lebih. Sorot mata mereka tertuju ke tempat 2 orang ustaz yang duduk di kursi. ekspresinya beragam. Mulai manggut-manggut, tersenyum, hingga mengernyitkan dahi.
Ustaz Huzaifah menyampaikan ceramah lisan. Di sebelah kirinya Ustaz Riyan menerjemahkannya ke bahasa isyarat.
"Target kita tiap masjid minimal ada penerjemah. Selain tempat ibadah masjid adalah markas belajar agama bagi siapapun, termasuk saudara kita penyandang disabilitas," ucap Riyan saat berbincang dengan detikcom usai tausiah.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini