Sejumlah isu itu antara lain penyalahgunaan masjid sebagai penyebaran ujaran kebencian, aksi radikalisme dan intoleransi, hingga polemik salat Jumat di masjid instansi pemerintahan dan publik. Pembahasan itu diambil sebagai sikap NU untuk memberi kejelasan hukum fiqih yang selama ini masih menjadi keraguan di masyarakat.
"Maka kita harus bersikap memberi kejelasan hukum fiqih sebagai landasan para dai untuk giat siarkan dakwah Islam Ahlussunnah Wal Jamaah yang damai dan toleran di tengah bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Sekretaris LBM PWNU Jatim Ahmad Muntaha kepada wartawan, Kamis (28/11/2019).
Tak hanya itu, LBM juga akan membahas kebijakan sertifikasi nikah. LBM akan menentukan apakah kebijakan yang diusulkan oleh Menteri Agama itu akan lebih banyak positif atau negatif dampaknya pada pasangan yang akan menikah.
"Pembahasannya tentu nanti akan kita pertimbangkan positif-negatifnya dari sertifikat tersebut yang dikeluarkan oleh Menteri Agama. Tentu ada positif dan negatifnya, maka kita timbang mana yang lebih kuat, maka itu yang akan kita ambil," terangnya.
Ditanya apakah akan membahas sertifikasi bagi dai atau ustaz, Muntaha mengaku belum secara khusus akan membahas itu. Namun hal itu bisa saja akan menjadi salah satu pembahasan jika nantinya ada usulan dari para kiai yang hadir.
"Untuk sertifikasi dai ini belum secara khusus kita rencanakan untuk bahas, akan tetapi mungkin saja nanti bisa muncul dalam komisi mungkin saja ada usulan yang muncul dari para ulama, para kiai yang hadir," tambahnya.
"Prinsip dasar NU, pemerintah boleh mengambil kebijakan terhadap warganya berdasarkan kemaslahatan," tandasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini