Puluhan warga Padusan yang terdiri atas kaum pria dan emak-emak ini berorasi di halaman kantor desa setempat. Mereka juga membentangkan sejumlah poster bernada protes terhadap Pemerintah Desa Padusan.
Poster tersebut antara lain bertulisan 'Save TKD Padusan', 'Desaku Sarang Koruptor', 'Kami Dibodohi Pemerintah Desa', 'P Jokowi Berantas Korupsi di Desa Kami', 'Utamakan Kepentingan Masyarakat', serta 'Kami Dibutakan Pemerintah Desa'.
Koordinator massa Erwin mengatakan aksi warga kali ini memprotes pengelolaan TKD Padusan. Menurut dia, warga mencium indikasi penyalahgunaan TKD yang menghasilkan keuntungan bagi segelintir orang.
Keuntungan tersebut yakni material bebatuan dari TKD Padusan diduga ditukarkan dengan paving block. Selain itu, bebatuan dari TKD diduga diangkut dan dijual ke penggilingan batu. Ada juga indikasi bebatuan dari TKD dijual ke Jombang.
"Kami menuntut kejelasan penyewaan TKD ke pihak ketiga. Karena ada material batu yang keluar. Kami tahu material batu keluar sudah melanggar undang-undang," kata Erwin kepada wartawan di lokasi unjuk rasa, Kamis (14/11/2019).
Tidak hanya itu, lanjut Erwin, warga menilai pengelolaan TKD oleh Pemerintah Desa Padusan selama ini tidak transparan. "Kami sama sekali belum ada penjelasan dari pihak desa. Kami mau faktanya, surat-suratnya minta ditunjukkan," tegasnya.
Puas menyampaikan protesnya, 10 perwakilan warga diminta masuk ke kantor desa untuk melakukan audiensi dengan perangkat Desa Padusan. Sayangnya, tak seorang pun perangkat desa bersedia memberi penjelasan kepada wartawan seusai audiensi.
Protes warga Desa Padusan menuai respons dari Komisi I dan III DPRD Kabupaten Mojokerto. Sebanyak 25 anggota Dewan itu mengecek langsung dugaan penyalahgunaan TKD Padusan.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Mojokerto Winajat menjelaskan Pemerintah Desa Padusan rupanya bekerja sama dengan pihak ketiga PT Suharis Restu Mandiri. Menurut dia, kerja sama yang baru berjalan sekitar 2 pekan itu sebatas untuk menormalisasi TKD Padusan.
"Tidak ada aktivitas jual-beli mengeluarkan tanah maupun sirtu di sini. Hanya diratakan tanahnya. Saya kira tidak ada material yang keluar dari sini," terangnya.
Ia menilai munculnya aksi protes warga karena Pemerintah Desa Padusan kurang menyosialisasikan normalisasi TKD, sehingga Pemerintah Desa dinilai warga tidak transparan.
Kendati saat pengecekan pihaknya tidak menemukan jual-beli material dari TKD Padusan, Winajat bakal melakukan penelusuran lanjutan. "Akan kami cross-check lebih lanjut. Akan kami agendakan hearing dengan memanggil camat, kades, dan pihak ketiga. Harusnya tidak boleh diperjualbelikan kalau normalisasi saja," tandasnya.
Halaman 2 dari 2











































