"Menayankan ke pemerintah kota tentang keberadaan tanah kas desa yang pernah di-ruislag di saat itu pemkot telah banyak mengabaikan persoalan-persoalan itu. Sehingga persoalan itu seolah tidak ada persoalan," kata koordinator aksi Miko Saleh di depan Balai Kota Surabaya, Rabu (13/3/2019).
Menurut Miko, selama ini pihak Pemkot Surabaya dalam proses ruislag merasa tidak menyalahi aturan. Padahal peralihan tanah dari perseorangan dan dibeli lagi oleh pemerintah sudah menyalahi aturan.
"Pemkot itu merasa dirinya tidak pernah menyalahi aturan. Pada akhirnya warga minta pendampingan ke lembaga anti korupsi dalam rangka mengungkap persoalan tanah kas desa yang beralih pada perorangan sehingga dari perorangan dibeli lagi ke pemerintah kota," imbuh Miko.
"Jadi uang APBD inilah yang digunakan. Ini adalah uang rakyat masyarakat Kota Surabaya yang selama ini rajin dan membayar pajak dan banyak yang lainnya di dalam retribusi maka di sini masyarakat Kota Surabaya sangat prihatin tentang keberadaan aset negara yang digunakan untuk membeli," lanjutnya.
Dikatakan Miko, persoalan-persoalan dari nilai yang seharusnya itu sesuai dari ruislag. Namun hal ini banyak kecurangan-kecurangan bahkan tanah kas desa seluasnya 6,1 hektar ini justru banyak perubahan seakan tanah itu tidak seluas 6,1 hektar.
"Jadi persoalan ini pemkot dengan dalih akan memperluas tanah makam keputih di Kota Surabaya. Permasalahan ini harus membeli suatu lahan padahal lahan itu milik pemerintah sendiri milik negara namun dalam hal ini seolah-olah dibeli dari perseorangan," tandas Miko. (fat/fat)











































