Situs purbakala ini berada di tengah perkebunan jagung Dusun/Desa Watesumpak, Kecamatan Trowulan. Jaraknya sekitar 200 meter di sebelah selatan permukiman penduduk. Tepat di utara situs terdapat tempat pembuatan bata merah milik warga.
Warga setempat biasa menyebutnya dengan Candi Watesumpak. Struktur kuno dari bata merah ini ditemukan di atas lahan sekitar 30x30 meter persegi. Sedangkan luas bangunan yang sudah tampak sekitar 15x30 meter persegi. Tingginya sekitar 3 meter dari permukaan tanah.
Yang menarik, pada sisi barat situs terdapat struktur berbentuk seperti tangga. Di sebelah kanan dan kiri tangga terdapat bata berukir. Bagian ini diperkirakan menjadi pintu masuk ke atas candi.
Sementara di sebelah selatan terdapat 3 balok yang tersusun dari bata merah. Sayangnya, bangunan di atasnya terlihat hancur. Ukuran bata merah yang menyusun situs purbakala ini bervariasi. Namun yang paling banyak mempunyai dimensi 30x15x4 cm.
Penjaga Candi Watesumpak, Kuswari (45), mengatakan situs purbakala ini pertama kali ditemukan mendiang bapaknya pada Oktober 2008. Saat itu almarhum Pairin sedang menggali tanah di lokasi untuk membuat bata merah. Karena dia meyakini tanah tempat penemuan Candi Watesumpak milik keluarganya.
"Dulu tanah ini berupa gundukan yang penuh pepohonan. Di atas gundukan ada empat makam tokoh yang membuka hutan untuk Desa Watesumpak. Para tokoh itu nenek moyang keluarga saya. Karena tidak punya pekerjaan, bapak saya membuat bata merah di sini," kata Kuswari saat berbincang dengan detikcom, Selasa (12/11/2019).
Keempat makam yang diyakini Kuswari sebagai nenek moyangnya sampai saat ini masih dipertahankan di puncak Candi Watesumpak. Tiga makam dipercaya sebagai tempat persemayaman Mbah Surobenco, Surodipo, dan Surodiman. Pada 1994, Pairin membangun tembok keliling makam yang dipertahankan sampai saat ini.
"Bagian candi yang pertama kali ditemukan bapak saya sisi baratnya, yang bentuknya seperti tangga ini," ujar Kuswari sembari menunjuk struktur bata berukir di Candi Watesumpak.
Penemuan situs purbakala oleh Pairin saat itu, lanjut Kuswari, membuat warga Watesumpak penasaran. Warga pun ramai-rami menggali untuk menampakkan bagian barat candi. Selanjutnya Pairin sendiri yang menggali situs untuk mengambil tanahnya sebagai bahan bata merah, sehingga tampak seperti saat ini.
"Baru sekitar Desember 2008 Kepala Desa Watesumpak melaporkan ke BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya Jatim). Kemudian BPCB meminta warga menghentikan penggalian situs ini," terangnya.
Hingga 11 tahun berlalu, BPCB Jatim tak kunjung mengekskavasi Candi Watesumpak. Menurut Kuswari, BPCB hanya membangun pagar dari kawat berduri, sebuah pos penjagaan, serta menempatkan seorang juru pelihara di situs ini. Saat ini pagar tersebut telah rusak. Hanya tersisa papan larangan merusak situs di sisi barat dan sebuah pos penjagaan di sisi utara.
"Belum pernah diekskavasi oleh BPCB, pemugaran juga tidak pernah," ungkapnya.
Candi Watesumpak yang sudah 11 tahun tak diekskavasi menjadi ironi. Pasalnya, situs purbakala ini terletak di wilayah Trowulan yang ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya peringkat nasional. Penetapan itu melalui SK Mendikbud No 260/M/2013 tentang Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional. Setiap situs di kawasan ini semestinya menjadi prioritas penelitian karena terkait dengan pusat kerajaan Majapahit.
Arkeolog BPCB Jatim Wicaksono Dwi Nugroho membenarkan selama ini Candi Watesumpak belum pernah diekskavasi. Dia berdalih baru setahun terakhir dipercaya menangani ekskavasi penyelamatan situs purbakala di Jatim. Sehingga dia tidak tahu persis pernah atau tidaknya BPCB mengajukan ekskavasi Candi Watesumpak ke Kemendikbud.
"Situs Watesumpak belum pernah diteliti, kajiannya belum. Belum pernah diekskavasi. Karena ini masuk kawasan cagar budaya nasional, menjadi kewenangan pemerintah pusat," jelasnya.
Dia memperkirakan, situs Watesumpak berupa mandapa. Sama dengan candi, mandapa juga menjadi tempat pemujaan pada zaman Majapahit. Bedanya, hanya bagian bawah yang tersusun dari bata merah. Sementara bagian atas bangunan mandapa terbuat dari kayu dengan atap genteng atau ijuk layaknya sebuah pura.
"Situs ini potensial untuk diekskavasi. Akan kami ajukan ke pemerintah pusat tahun depan untuk ekskavasi. Karena selain Watesumpak, masih banyak pekerjaan rumah kami di wilayah Trowulan," tandasnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini