Bagian ikan yang diolah menjadi pakan, bisa berupa kepala, duri dan ekor. Dan limbah ini masih bisa dijual seharga Rp 4 ribu/kg. Padahal jika musim panen ikan datang, limbah itu dibuang begitu saja oleh nelayan di pesisir pantai Blitar selatan.
Melihat potensi itu, Supriyadi tak tinggal diam. Warga Dusun Koripan Desa Banggle Kecamatan Kanigoro ini, membuka banyak referensi untuk pemanfaatannya.
"Saya mulai berpikir, limbah ini pasti bisa dibikin pakan. Apalagi, dengan harga lele sekarang, sudah gak nyucuk (seimbang) dengan naiknya harga pakan," katanya ditemui detikcom di rumahnya, Senin (7/11/2019).
Pensiunan Bapenda Jatim inipun langsung melakukan beberapa kali percobaan. Limbah ikan dijemur sampai kering, lalu digiling. Dengan komposisi satu banding satu, gilingan limbah ikan dicampur polar. Kemudian dicetak berbentuk kecil memanjang, sesuai ukuran yang diinginkan. Baru dikeringkan selama dua hari di bawah terik panas matahari.
"Kalau dikalkulasi, pakan bikinan saya ini seharga Rp 7.400/kg. Nah kalau pakan pabrik seharga Rp 10.400 per kg. Jadi dari pakan saja, saya sudah bisa mengirit biaya," ungkapnya.
Sayangnya, kapasitas mesin modifikasi buatan Supri hanya satu kuintal per hari. Sehingga pakan bikinannya, hanya mencukupi untuk kebutuhan kolamnya sendiri.
Supri berharap, peternak lele lainnya bisa meniru yang dikerjakan saat ini. Karena jika bergantung pada pakan pabrikan, bisa dipastikan satu per satu peternak lele di Blitar akan bangkrut.
"Sekarang saja sudah banyak teman peternak yang gulung tikar mbak. Lha gimana, hasil panenan lele hanya laku dijual Rp 14.000 per kg. Kalau bikin pakan sendiri, masih ada untung 30 persen," pungkasnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini