Acara tersebut digelar Hotel Yamato yang kini berubah nama menjadi Hotel Majapahit, Jalan Tunjungan, Surabaya. Acara refleksi perobekan bendera Juga disertai teatrikal semangat perlawanan arek-arek Suroboyo melawan Belanda.
Sebelum teatrikal dimulai, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini membacakan Memori Surabaya Merah Putih. Hal serupa dilakukan Kapolrestabes Surabaya Kombes Sandi Nugroho, Danrem 084 Bhaskarajaya Kolonel Inf Sudaryanto, Kajari Surabaya Anton Delianto dan Kajari Tanjung Perak Rachmat Suptiyadi. Mereka kompak mengenakan pakaian ala pejuang.
![]() |
"Kami, yang kini berdiri ditempat ini. Dimana darah dan keringat para pejuang bercucuran. Kami berdoa, kami berbakti dan kami mengabdi untuk selalu menguatkan napas, semangat dan menyatukan tekad. Bahwa kami, Arek- Arek Suroboyo adalah penerusmu," kata Risma saat membacakan teks memori Surabaya di Hotel Majapahit, Kamis (19/9/2019).
"Yang tidak sedikitpun goyah kesuciannya dalam mengisi kemerdekaan Walaupun bumi bergoncang, bulan bintang dan matahari mengoyak langit. Kami adalah petarung yang teguh menjaga Indonesia Merah Putih. Merdeka... Merdeka... Merdeka...." imbuhnya.
Kemudian acara dilanjutkan dengan aksi teatrikal perobekan Bendera Belanda. Para peserta terlihat khidmat saat acara perobekan bendera belanda. Acara tersebut juga diikuti oleh perwakilan siswa-siswi sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Serta dihadiri oleh legiun veteran di Surabaya.
Dalam kesempatan tersebut, Risma menyampaikan, acara Refleksi Perobekan Bendara digelar untuk mengenalkan kepada generasi penerus, khususnya anak-anak muda. Ia ingin memberitahu bahwa kakek moyang Surabaya merupakan para pemberani, meskipun yang dilawan membawa senjata lengkap.
"Jadi ini adalah transfer untuk kepercayaan diri anak-anak Surabaya. Bahwa mereka tidak perlu takut menghadapi siapapun. Kalau mereka benar, tidak perlu takut sebenarnya dan tidak boleh gampang menyerah. Jadi ini mentransfer itu sebenarnya, kenapa kita mengadakan dan pesertanya banyak anak-anak pelajar," kata Risma.
Risma juga meminta anak-anak muda di Surabaya untuk meneladani para pejuang Surabaya. Yang tetap berani meski dalam keterbatasan.
"Kakek, nenek, buyut bahwa mereka adalah pejuang yang sangat berani. Tidak takut walaupun senjata kita kalah. Jadi kalian dengan keterbatasan kalian tidak boleh menyerah. Tidak boleh takut dan tidak boleh minder. Karena kita sudah membuktikan bahwa peristiwa 10 November itu adalah peristiwa ujian negara kita. Karena kita sudah menyatakan kemerdekaan 17 Agustus 1945. Kita diuji dengan peristiwa perobekan bendera pada bulan September sampai November, itu kita tidak menyerah. Itulah kemudian keberlangsungan kemerdekaan Indonesia bisa dijaga oleh rakyat Surabaya," lanjut Risma.
Ke depan dengan Refleksi Perobekan bendera, ke depan anak-anak muda di Kota Surabaya tidak perlu minder lagi apalagi di era globalisasi.
"Untuk memegang tapuk kepemimpinan, saya berharap tidak hanya di Surabaya tapi di seluruh Nusantara, mungkin di seluruh dunia. Karena sekarang ini era globalisasi, anak-anak tidak perlu takut melangkah dan minder tidak boleh gampang menyerah," pungkas Risma.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini