Volume air di waduk yang dibangun pada 1933 itu terus berkurang seiring kemarau yang masih berhembus kencang. Volume saat ini diperkirakan hanya 2 juta meter kubik.
Padahal jika di musim hujan, waduk peninggalan zaman Belanda itu mampu menampung sekitar 22 juta meter kubik air. Karena volume air yang tinggal sedikit, air dari waduk tersebut sudah tidak bisa dialirkan
"Saat ini sudah tidak dibuka lagi, karena volumenya tinggal 2 juta meter kubik. Dan ini sudah tidak diperbolehkan untuk dialirkan karena untuk pembasahan di area Waduk Pacal," kata Petugas Operasional Harian, Pujiono kepada detikcom. Selasa (10/9/2019).
Berkurangnya volume air di Waduk Pacal berdampak pada pengairan pertanian warga di empat kecamatan. Yakni Temayang, Kapas, Balen dan Sumberejo.
Kini warga hanya bisa berharap hujan segera turun di Kabupaten berjuluk Bumi Minyak. Kini lahan pertanian mereka dilanda kekeringan hingga retak-retak.
"Ya terpaksa kita tanam polowijo atau kita biarkan mengering lahan pertanian ini, karena sudah sulit air," kata seorang warga Kapas, Minto.
Terlepas dari itu, surutnya air waduk dimanfaatkan warga untuk menangkap ikan. Warga mendayung sampan ke tengah waduk untuk menjaring ikan. Ada juga yang memancing dari pinggiran.
"Banyak warga yang mancing atau naik perahu kayu ke tengah menjala ikan. Bisa buat makan atau dijual hasilnya," kata Mbah Damin, warga Kedungsari, Temayang. (sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini