Anggota Komisi B Baktiono mengatakan acara yang diikuti sekitar 6.005 pelari itu tanpa ada persiapan yang matang dan detail. Terutama pemeriksaan kesehatan pada para peserta sebelum mengikuti maraton sehingga mengakibatkan 2 pesertanya meninggal.
"Tentunya dengan adanya korban ini, panitia belum mempersiapkan secara detail siapa-siapa yang akan ikut maraton ini. Seharusnya sebelum ikut maraton ini ada persiapan kesehatan," kata Baktiono kepada detikcom di ruang Komisi B, Senin (5/8/2019).
"Persyaratan kesehatan itu penting sehingga tidak merugikan semua pihak. Memang tujuannya baik, tapi kalau sampai terjadi insiden maka perlu dievaluasi," imbuhnya.
Untuk itu, Baktiono menyebut pihak panitia penyelenggara dalam hal ini Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Jawa Timur dan pemerintah kota (pemkot) Surabaya harus bertanggungjawab atas kejadian itu. Ia juga mengimbau agar para korban yang meninggal harus mendapatkan santunan dan tanggungan.
"Saat ini yang harus bertanggungjawab itu panitia penyelenggara bersama pemerintah kota. Karena ini diselenggarakan bersama-sama apalagi dihadiri oleh bu wali kota," tegas politisi PDI Perjuangan itu.
"Keluarga harus diberi asuransi, harus diberi pekerjaan, juga anak-anaknya harus diurus pendidikannya sampai tuntas sampai ke perguruan tinggi," Baktiono melanjutkan.
Ia juga menyesalkan antara pihak panitia penyelenggara dan Pemkot Surabaya saling lempar tanggungjawab terkait kepengurusan asuransi atau ganti rugi. Karena hal itu bisa menjadi preseden buruk.
"Pemerintah yang seharusnya berada di barisan terdepan untuk menjaga warga. Tapi di saat seperti ini saling lempar tanggungjawab. Maka kalau panitia penyelenggara itu masih belum bisa untuk menentukan sikap, pemerintah itu harus di barisan depan," ujar pria yang juga sekretaris DPC PDIP Surabaya itu.
"Jadi pertanggungjawaban ini harus menjadi tanggungjawab bersama. Karena memakai kota nama Surabaya, apalagi dihadiri oleh orang nomor 1 di Surabaya," pungkasnya. (iwd/iwd)