Puluhan kepala keluarga yang dilanda kekeringan itu merupakan warga RT 29 dan RT 33, Desa Tugurejo, Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar. Mereka harus berjalan kaki sejauh dua kilometer untuk menuju mbelik (sumber mata air) terdekat.
Namun saat ini, kondisi air di sumber tersebut makin sedikit dan berbau. Kemarau panjang membuat debit air di sumber makin hari makin berkurang.
"Desa Tugurejo memang dapat dropping air. Tapi itu di RT 26 dan 27 saja. Kalau RT sini tidak pernah dapat. Mungkin karena sini ada beberapa sumber air itu kali ya," kata warga setempat Antok pada detikcom, Selasa (30/7/2019).
Sementara untuk membeli air bersih, warga yang sebagian besar petani penggarap ini mengaku tidak mampu. Pantauan detikcom, air bersih satu tandon saat ini dijual seharga Rp 80 ribu. Dengan kapasitas air 250 liter, stok itu hanya cukup memenuhi kebutuhan air bersih bagi satu kepala keluarga selama satu bulan.
Biasanya, warga yang masih mampu membeli air akan patungan. Patungan dilakukan oleh warga yang lokasinya berdekatan dengan posisi tandon air diletakkan.
![]() |
Pada musim kemarau seperti saat ini, enam sumber itu debit airnya makin berkurang. Sementara warga yang mengambil air semakin banyak. Sebab sumur mereka sudah tidak mengeluarkan air sama sekali. Air yang mulai keruh dan berbau itulah yang digunakan warga untuk mencuci dan memasak.
"Ya mau gimana lagi, mau beli air ndak mampu. Mahal. Terpaksa ambil air dari sini saja. Nanti kalau dimasak, baunya bisa hilang kok," ujar warga lainnya Sunaryo.
Tentu saja, Sunaryo dan warga RT 29 dan RT 33 Desa Tugurejo berharap Pemkab Blitar datang memberikan bantuan air bersih. Berbagai upaya yang mereka lakukan untuk mendapatkan air demi bertahan hidup, terkalahkan oleh kondisi alam yang makin kerontang. (sun/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini