Dinamika Pasang Surut Hubungan Whisnu dan Risma di Politik PDIP Surabaya

Dinamika Pasang Surut Hubungan Whisnu dan Risma di Politik PDIP Surabaya

Amir Baihaqi - detikNews
Jumat, 12 Jul 2019 20:19 WIB
Wisnu Sakti Buana dan Adi Sutarwijono (Berkaca mata)/Foto: Istimewa
Surabaya - Pasang surut dinamika perjalanan politik PDIP Surabaya selalu jadi pusat perhatian. Tak terkecuali polemik yang lagi ramai dibicarakan yakni terlemparnya Whisnu Sakti Buana dari konferensi cabang (konfercab) serentak.

Whisnu yang sebelumnya menjabat sebagai ketua DPC PDIP Surabaya harus tersingkir oleh Adi Sutarwijono yang telah ditunjuk langsung DPP PDIP dan ketua umumnya Megawati Soekarnoputri. Padahal, selain menjabat sebagai pimpinan cabang partai, Whisnu juga merupakan wakil wali Kota Surabaya.

Polemik dan kisruh antar faksi (kelompok) di dalam internal PDIP sendiri bukannya tidak pernah terjadi sebelumnya. Beberapa polemik dan kegaduhan dari dinamika politik juga sempat mewarnai dinamika politik dan menyedot perhatian.

Pengamat politik sekaligus analis politik Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam mengatakan saat ini PDIP Surabaya terdapat 3 kekuatan faksi (kelompok) yang saling bersaing. Tiga faksi itu yakni faksi Bambang DH (Ketua Bappilu DPP PDIP), Tri Rismaharini (wali kota Surabaya) dan Whisnu Sakti Buana (Wakil wali kota).

"Jadi memang relasi DPC Surabaya khususnya menyangkut 3 faksi itu ya pasang surut tergantung kemudian anginnya itu dalam kepentingan apa," kata Surokim kepada detikcom, Jumat (12/7/2019).


Lalu bagaimana sebenarnya kilas balik hubungan Risma dan Whisnu selama ini?

Hubungan Risma dan Whisnu dalam dinamika politik di Surabaya sendiri beberapa kali pernah bergejolak. Saat itu posisi Whisnu masih menjadi wakil ketua DPRD Surabaya. Sebut saja mulai 2011 usaha pemakzulan yang dilakukan DPRD kepada Risma.

Pemakzulan itu merupakan buntut dari kebijakan Risma yang menerbitkan Perwali Surabaya No. 56/2010 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame dan Perwali No. 57 tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame Terbatas di Kawasan Khusus Kota Surabaya yang menaikkan pajak reklame menjadi 25%.

Banyak pihak di kalangan dewan tidak senang dengan kebijakan tersebut. Untuk itu, DPRD berupaya memakzulkan Risma yang saat itu belum genap dalam 100 hari kepemimpinannya. Tak hanya dari kalangan legislayif, massa demonstrasi juga dikerahkan untuk menggoyang kekuasaan Risma. Namun upaya pemakzulan itu bisa dilalui Risma.

Hubungan Risma kembali memanas saat Bambang DH mengundurkan diri dari kursi wakil wali kota. Pengunduran diri sebagai konsekuensinya yang maju di Pilgub 2013-2018. Dan dari rekomendasi PDIP, Whisnu kemudian mendapat limpahan ditunjuk mengisi kursi wawali yang ditinggalkan Bambang DH.


Nah, pada saat pelantikan Whisnu menjadi wawali, Risma tak tampak dalam seremoni bahkan diketahui wali kota perempuan pertama Surabaya itu tidak masuk kantor sampai berhari-hari.

Tindakan Risma tersebut kemudian dikaitkan dengan ketidaksukaannya terhadap penunjukan Whisnu menjadi pendampingnya di pemerintahan kota. Sebab, Whisnu adalah wakil ketua DPRD saat dirinya akan dimakzulkan oleh kalangan legislatif pada sebelumnya.

Relasi Risma dan Whisnu kemudian mulai mencair pada Pilwali 2015. Saat itu, Whisnu resmi maju mencalonkan diri mendampingi Risma menjadi wali kota 2 periode.

"Jadi kalau Mas Whisnu mencoba harmonis dengan Bu Risma karena kedua-duanya saat ini eksekutif (wali kota dan wawali). Coba kalau kemudian posisinya eksekutif legislatif pasti ada saja gejolak-gejolak itu," beber Surokim.

Meski begitu, terang Surokim, baik Risma dan Wisnu sendiri sama-sama mempunyai relasi atau hubungan baik dengan ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Ia menyebut hubungan baik Whisnu dan Megawati karena almarhum Sucipto ayah dari Whisnu merupakan loyalis Megawati.


Sedangkan hubungan Megawati dengan Risma didapat atas dasar penilaian kinerja yang dilakukan sebagai pejabat yang diusung oleh PDIP. Lainnya, hubungan baik itu juga karena antara Mega dan Risma punya ikatan emosional karena sama-sama perempuan.

"Relasi Mas Whisnu dengan Bu Megawati ini kan karena didapat dari ayah beliau almarhum Pak Sucipto yang merupakan loyalis Bu Mega. Jadi wajar kemudian Mas Whisnu ini mendapatnya. Sedangkan Bu Risma ini bukan kader organik partai, namun berangkat dari birokrat yang berhasil mengemban tugas partai membangun Surabaya. Dan ingat keduanya ini sama-sama perempuan jadi terkadang lebih kuat hubungan emosionalnya," tandas Surokim Surokim.

"Jadi selama ini hubungan Whisnu dan Risma laten saja. Dan rasa-rasanya memang saling menyandera juga. Karena itu mereka saling mengamankan posisinya itu," Surokim menambahkan.

Dikatakan Surokim, penunjukan Adi Sutarwijono oleh DPP dinilai sudah tepat. Karena partai memang butuh regenerasi yang memang selama 15 tahun terakhir didominasi oleh Whisnu. Untuk itu, ia mengimbau Whisnu dan pendukungnya agar bermain cantik dan aman saja. Sebab selama ini dalam sejarah rekomendasi DPP PDIP dan ketua umum jika ada yang melawan maka bisa jadi akan habis semua.

"Karena semua pascapenunjukan Awi ini situasinya berubah semua. Peta-peta sudah berubah semua dan perkembangannya juga relatif menarik. Dan menurut saya masih banyak yang tiarap, karena ya asumsinya mereka mulai sadar melawan narasi Bu Mega akan habis semua," tandas Surokim.



Simak Juga 'PDIP: Tidak Ada Istilah Oposisi, Kita Rangkul Semua':

[Gambas:Video 20detik]




(fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.