Dikutip dari laman NU online, KH Tolchah merupakan sosok ulama dengan keilmuan mendalam. Penguasaannya terhadap teks-teks agama ditunjukkan dengan aktivitasnya mengajar di pondok pesantren dan di berbagai perguruan tinggi.
Sebagai seorang tokoh agama ia juga mampu menciptakan pemikiran-pemikiran segar dalam pemahan terhadap agama. Buku populer yang ditulis KH Tolchah berjudul Ahlussunnah wal Jamaah dalam Tradisi dan Persepsi NU.
Perannya sebagai ulama juga ditunjukkan dengan eksistensi di Masjid Sabilillah, Kota Malang, yang dibangun bersama founding father NKRI, KH Masykur.
KH Masykur menunjuk kiai alumni Tebuireng ini sebagai ketua panitia pembangunan masjid itu. Kiai Tolchah mampu mengembangkan Masjid Sabilillah menjadi sebuah masjid yang tidak hanya menonjol sebagai tempat ibadah, melainkan tempat pengembangan masyarakat dengan memberdayakan masjid berperan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya berdirinya lembaga pendidikan mulai tingkat dasar sampai lanjutan, kegiatan sosial ekonomi dengan adanya Laziz Sabilillah, Poliklinik sebagai pusat kesehatan Masyarakat.
Semuanya itu dikelola dengan baik di bawah kepengurusan Masjid Sabilillah. Hal demikian ini menunjukkan bahwa KH Tolchah mampu mengembangkan masjid sebagai pusat peradaban seperti masa lalu.
Sebagai tokoh pendidikan, kepiawaiannya ditunjukkan dengan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan yang ia rintis dan ia kembangkan. Tercatat bahwa sejumlah lembaga yang dirintis mampu berkembang menjadi lembaga pendidikan yang tumbuh maju dan pesat.
![]() |
Lembaga-lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Yayasan Pendidikan Agama Islam (YPAI) yang membawahi lembaga-lembaga mulai dari SD/MI, SMP/MTs, SMA, MA dan SMK.
Demikian pula halnya dengan Universitas Islam Malang (Unisma), sebuah universitas ketika Kiai Tolchah menjadi rektornya. Menjadi perguruan tinggi percontohan Nahdlatul Ulama, dan sampai akhir hayatnya Kia Tolchah ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pembina Yayasa Unisma.
Karakternya sebagai organisator. Kiai Tolchah merupakan Kiai yang juga tekun dalam masalah organisasi. Kegiatannya dalam organisasi yang dimulai semenjak mondok di Ponpes Tebuireng, Jombang.
Pada waktu muda, KH Tolchah pernah menjadi Ketua Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Pimpinan Cabang Kabupaten Malang pada era tahun 1960-an. Kelihaian dan ketekunannya dalam berorganisasi juga tampak dari lembaga-lembaga pendidikan yang dirintis.
Kiai Tolchah juga terlihat kemampuan baiknya dalam melakukan kaderisasi. Semua lembaga yang dirintisnya sudah dilepas untuk diserahkan kepengurusannya kepada tenaga-tenaga yang lebih muda. Salah satunya ke anak bungsunya H. Muhammad Hilal Fahmi.
Peran Kiai Tolchah dalam pemerintahan ditunjukkan dengan pengalamannya sebagai Menteri Agama di era Gus Dur, dan ia juga pernah menjabat sebagai Badan Wakaf Indonesia (BWI). Di PBNU, KH Tholchah Hasan pernah mengemban amanah sebagai Wakil Rais Aam PBNU mendampingi KH Sahal Mahfudh.
"Beliau merupakan cendekiawan yang memiliki keilmuan luar biasa, mampu memberikan solusi dari berbagai permasalahan," ungkap Rektor Unisma Masykuri ditemui di RS Saiful Anwar, Rabu (29/5/2019).
KH Tolchah Hasan wafat pada pukul 14.10 WIB saat menjalani perawatan medis di ruang paviliun RSSA Kota Malang. Anak menantu KH Tolchah, dr Hardadi Airlangga mengatakan, jika perawatan intesif sudah mulai dilakukan sejak dua pekan terakhir, setelah kondisinya menurun.
"Dua mingguan, karena kondisinya drop. Ada penyakit kencing manis," ucap Hardardi sebelum mengawal kepulangan jenazah dari RSSA Malang, Rabu sore. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini