"Saya pernah nangis. Saat pertama datang yang saya peroleh justru cercaan dan cibiran. Sebagian warga dengan tegas menolak bikin WC kalau tidak diberi bantuan," ucapnya mengenang masa sulit memperkenalkan ODF (open dafication free) 11 tahun lalu kepada detikcom di rumahnya, inggu (21/4/2019).
Kala itu, jelasnya, masyarakat masih terbiasa buang air besar di pegunungan sekitar permukiman. Biasanya ditempatkan di bawah pohon tanaman keras. Akibatnya rentetan penyakit menular kerap menyerang warga.
Sulit baginya memenuhi permintaan warga tersebut. Sedangkan untuk kegiatan yang dilakukannya Sriyati tak berharap apapun. Ibu dari Tiwi Sutisni (30) dan Upik Sutesi (25) itu semata-mata terpanggil mengentaskan warga dari masalah kesehatan.
Tanpa mengenal lelah Sriyanti meyakinkan warga di dua desa yang digarapnya. Satu per satu WC dibangun di tiap rumah. Biayanya diperoleh dengan sistem arisan. Sedangkan pengerjaannya dilakukan warga secara gotong royong.
Sriyanti pun punya cara jitu mengajak warga meninggalkan kebiasaan buruk tersebut. Suatu ketika saat pertemuan dengan warga dirinya mengambil segelas air mineral. Setelah menyobek segel kemasan, Sriyanti mencabut sehelai rambut dari kepala dan memasukkan ke air di gelas.
Sriyanti lantas menawarkan minuman itu kepada mereka yang hadir. Tentu saja semua ramai-ramai menolak. Saat ditanya alasannya, mereka mengaku jijik karena ada kotoran yang menempel di rambut dan mencemari air.
"Saya hanya tersenyum. Kemudian saya bilang, ini baru kotoran dari rambut. Terus bagaimana kalau itu berasal dari kotoran yang sampeyan buang di sembarang tempat dan terbawa lalat. Apa nggak lebih menjijikkan lagi?," ucapnya menirukan kalimat yang dia ungkapkan di depan warga.
Usai pertemuan warga pun bersedia membuat kesepakatan. Mereka siap membangun WC di tiap rumah dalam tempo satu bulan. Sriyanti dan rekan-rekannya sesama kader kesehatan tak henti memberi motivasi. Terbukti sebelum tenggat waktu habis semua rumah sudah memiliki WC.
Kini Kecamatan Donorojo, Punung, dan Pringkuku dinyatakan bebas ODF. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) pun sudah menjadi budaya. Artinya, masyarakatlah penggerak sekaligus pemimpin pola hidup bersih di lingkungan masing-masing.
"Tugas kami selama ini adalah melakukan pemicuan. Masyarakat yang kemudian melakukannya secara swadaya. Hal ini yang selalu membuat haru," pungkasnya.
Simak Juga "Menelusuri Kembali Jejak RA Kartini":
(iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini