"Yang penting sehat tetap semangat bekerja," kata Slamet, warga Desa Kunti, Kecamatan Bungkal saat ditemui detikcom, Sabtu (6/4/2019).
Saat ini merupakan musim panen raya di Ponorogo. Layaknya buruh tani pada umumnya di Kabupaten berjuluk Bumi Reog, Slamet bersemangat memanen padi.
Meski hanya memiliki satu tangan, kinerja pria 51 tahun itu tidak perlu diragukan. Kecepatan dan kekuatannya bekerja tidak berbeda dengan orang normal pada umumnya.
Slamet kerap mendapat tugas membawa karung berisi gabah dari tengah sawah menuju lokasi pemilik lahan. Yakni dengan menggunakan gerobak dorong.
Caranya, tumpukan gabah tersebut diletakkan di bak gerobak. Karena Slamet hanya memiliki tangan kiri untuk memegang tangkai gerobak, yang tangkai kanan ia lengkapi dengan tali yang kemudian dikalungkan ke pundaknya.
"Ini (tali) biar kuat, soalnya tangan saya cuma satu," imbuhnya.
Masih lekat dalam ingatannya, 20 tahun silam saat ia menyalami istri dan anaknya untuk pergi ke Malaysia. Di sana dia bekerja sebagai tukang bangunan selama bertahun-tahun. Nahas, akhir 2004 ia mengalami musibah.
![]() |
Saat berada di lantai 3 proyek bangunan, balok beton penyangga lantai roboh dan menimpa tangan kanannya. Dia pun langsung dilarikan ke sebuah rumah sakit di Negeri Jiran.
Kala itu dokter mengambil tindakan amputasi. Sebab tangan kanannya remuk tertimpa balok beton. Itu merupakan kenyataan yang pahit namun terpaksa ia terima. Setelah pulih, Slamet memilih pulang ke Indonesia.
"Kalau saat itu saya jatuh keluar bangunan mungkin saya sudah mati," kenangnya.
Tiba di kampung halaman, semangat Slamet untuk bekerja seolah luntur seketika. Beruntung sebulan berselang, mantan majikannya memberikan dana santunan. Dengan uang tersebut, semangat Slamet untuk bekerja kembali mengembang. Terlebih ia mendapat dorongan dari orang-orang terdekat.
"Saya akhirnya memutuskan untuk bekerja sebagai buruh tani saja dekat dengan keluarga," tambahnya.
Bapak dua anak itu kerja keras seperti mencangkul, menanam padi serta mengurus sawah milik orang lain. Semua itu ia lakukan semata-mata untuk menghidupi keluarganya.
Meski punya keterbatasan fisik, Slamet tetap memiliki jiwa yang besar. Ia ingin berjuang keras agar kedua anaknya bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Kini anak pertama Slamet tengah menimba ilmu di sebuah perguruan tinggi.
"Selagi saya masih bisa dan sehat. Anak harus bisa sekolah tinggi," pungkasnya.
Tonton juga video Buruh Tani Ponorogo Tak Diupah Uang, Tapi dengan Gabah:
(sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini