Data yang diterima detikcom dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Mojokerto menunjukkan, realisasi investasi daerah sepanjang 2017 masih mencapai Rp 1,25 triliun. Nilai investasi tersebut di luar Perusahaan Modal Asing (PMA) dan Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN). Jumlah unit usaha baru yang berdiri pun mencapai 1.305 unit.
Dengan rincian investasi di sektor pertanian Rp 43,228 miliar dan peternakan Rp 30,593 miliar. Perikanan Rp 1,35 miliar dan perkebunan/kehutanan Rp 17,945 miliar. Kemudian pertambangan dan galian C Rp 22,404 miliar dan perindustrian Rp 288,267 miliar.
Lalu investasi di sektor perdagangan Rp 389,03 miliar dan perhotelan Rp 1,7 miliar. Restoran Rp 192 miliar sedangkan perumahan Rp 56,1 miliar. Jasa konstruksi Rp 94,824 miliar, transportasi darat atau laut Rp 23,193 miliar, kesehatan Rp 24,551 miliar, koperasi Rp 3,86 miliar, serta investasi lain-lain Rp 60,738 miliar.
Namun sepanjang 2018, minat investor ke Mojokerto seolah terjun bebas. Hanya 875 unit usaha baru yang tumbuh dengan nilai investasi turun hingga 41,31% menjadi Rp 733,491 miliar.
Dengan rincian investasi di sektor pertanian Rp 63,792 miliar, peternakan Rp 9,384 miliar, perikanan Rp 0,666 miliar dan perkebunan/kehutanan Rp 36,558 miliar. Kemudian pertambangan dan galian C Rp 43,813 miliar, perindustrian Rp 106,704 miliar, perdagangan Rp 314,203 miliar, perhotelan dan restoran Rp 20,61 miliar
Lalu investasi di sektor perumahan dan perkantoran Rp 4,7 miliar, jasa konstruksi Rp 23,414 miliar, pergudangan dan transportasi Rp 39,864 miliar, listrik, gas, dan air 1,687 miliar, serta investasi lain-lain Rp 29,551 miliar.
"Realisasi investasi daerah kita turun jauh tahun 2018 dibandingkan 2017 sebesar Rp 516 miliar," kata Kepala Bidang Data dan Evaluasi DPMPTSP Kabupaten Mojokerto Melok Ribawati kepada detikcom di kantornya, Jalan RA Basuni, Kecamatan Sooko, Kamis (4/4/2019).
Baca juga: Kilang Tuban Baru Siap Dibangun Tahun Depan |
Melok menjelaskan, terdapat beberapa faktor yang membuat lesunya investasi di Kabupaten Mojokerto. Upah buruh yang saat ini tinggi yaitu Rp 3.851.983 per bulan membuat para investor memilih hengkang ke wilayah selatan Jatim, seperti Jombang dan sekitarnya. Karena upah buruh di wilayah tersebut jauh lebih murah.
Pembagian kewenangan mengelola investasi dengan Pemprov Jatim, kata Melok, juga menjadi penyebab turunnya minat investasi di Kabupaten Mojokerto. "Investasi kategori fasilitasi dengan nilai di atas Rp 20 miliar harus melalui Pemprov Jatim. Kami hanya menerima investasi non-fasilitasi yang nilainya di bawah Rp 20 miliar," imbuhnya.
Penerapan sistem perizinan usaha terintegrasi secara elektronik (Online Single Submission/OSS), lanjut Melok, juga berdampak pada anjloknya investasi di Kabupaten Mojokerto. Sistem yang diluncurkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sejak awal Juli 2018 ini justru membuat pelayanan perizinan semakin lama.
"Perizinan online banyak keluhan dari pengusaha. Cara login saja banyak yang tidak bisa, akhirnya lama. Dulu dengan cara manual lebih cepat," pungkasnya. (sun/fat)











































