"Jadi kita kembalikan ke definisi stunting, jika (dialami) anak berusia 2 tahun ke bawah. Kita asumsikan sepertiga dari jumlah itu (menderita stunting). Itu yang akan kita intervensi," papar dr Eko Budiono, Kepala Dinas Kesehatan Pacitan, Selasa (5/3/2019).
Secara umum, prosentase penderita stunting di Kota 1001 Gua baru berada pada angka 24 persen. Hal tersebut, kata Eko, relatif aman. Sebab sesuai pedoman pemerintah pusat yang merujuk ketentuan World Health Organisation (WHO) angka di bawah 30 persen termasuk kategori ringan.
"Jadi kita termasuk ringan. Di bawah 30 persen. Tapi kalau saya prediksi di bawah 20 persen rasanya belum tercapai," katanya kepada detikcom usai diskusi yang dikemas dalam Rembug Stunting di Gedung Karya Darma, Jalan JA Suprapto 8.
Meski tak mengkhawatirkan, namun Pemkab Pacitan tak mau kecolongan. Bupati Indartato yang hadir dalam diskusi tersebut mengajak jajarannya serius menangani kasus tersebut. Antara lain dengan peningkatan akses pangan dan gizi bagi masyarakat.
Upaya itu, lanjut Pak In, harus dilakukan terpadu dan berkelanjutan melibatkan semua pemangku kepentingan. Pihaknya juga sedang mengkaji kemungkinan pemanfaatan Dana Desa (DD) untuk membantu mengatasi kelainan yang kerap menimpa anak-anak kurang gizi tersebut.
"Memang ini menjadi kewajiban kita. Tugas pemerintah yang harus kita selesaikan supaya rakyat Indonesia khususnya di Pacitan hidupnya lebih baik dan tidak ketinggalan dari daerah lain," tandas Indartato.
Diskusi sehari tersebut menghadirkan nara sumber DR Andrianto, Ketua Tim Pangan dan Gizi Provinsi Jatim. Menurutnya, pengentasan stunting harus menggunakan 2 pendekatan. Yakni pola sensitif dan spesifik.
Andrianto menjelaskan tiap keluarga dan lingkungan harus memiliki kepekaan terhadap warganya. Dicontohkan, jika ada seorang ibu hamil maka anggota keluarga lain memiliki kewajiban mengingatkan si calon ibu agar mengonsumsi makanan bergizi.
Adapun pendekatan spesifik merupakan wewenang Dinas Kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan sistem pendampingan. Tujuannya mengubah pola hidup masyarakat agar derajat kesehatan meningkat.
"Tetapi penelitian kami di Jawa Timur kemiskinan itu hanya 35 persen jadi penyebab (stunting). Justru 55 persen karena pola asuh. Karena ketidak mampuan keluarga tersebut memberikan makanan terbaik," kata pria yang juga dosen di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya.
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam waktu lama. Unumnya terjadi karena asupan makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi sejak dalam kandungan dan baru terlihat setelah anak berusia 2 tahun. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini