"Semangat awal kami bersama Pemkot Mojokerto meminta pembangunan rusunawa ke Kementerian PUPR adalah untuk relokasi warga yang tinggal di bantaran rel KA. Saat ini rusun sudah akan siap ditempati, seharusnya Pemkot kembali ke semangat awal itu," kata Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Junaedi Malik saat dihubungi detikcom, Kamis (31/1/2019).
Rusunawa yang baru pertama kali dibangun di Kota Onde-onde ini terletak di Kelurahan/Kecamatan Prajurit Kulon, tepatnya di depan MAN 1 Kota Mojokerto. Pembangunan rusun 4 lantai ini berjalan selama 2 tahun, yakni sejak tahun 2017 yang lalu.
Tahun pertama merupakan tahap penyiapan lahan oleh Pemkot Mojokerto. Pemerintah menghabiskan Rp 832,8 juta untuk pengurukan lahan seluas 5 ribu meter persegi. Pembangunan gedung rusun baru dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2018. Dana yang digelontorkan mencapai Rp 24 miliar.
Rusunawa ini pun kini berdiri kokoh setinggi 4 lantai. Kapasitasnya baru bisa menampung 58 Kepala Keluarga (KK). Namun, Pemkot Mojokerto justru menyerap usulan calon penghuni rusunawa dari 18 kelurahan yang ada. Sehingga pemohon membengkak menjadi 400 KK lebih.
Langkah Pemkot Mojokerto itu membuat puluhan keluarga di sepanjang bantaran rel KA khawatir. Mereka takut tidak mendapatkan tempat di rusunawa. Sementara tempat tinggal mereka akan digusur untuk proyek jalur ganda Jombang-Wonokromo tahun ini.
"Karena terbatasnya daya tampung rusunawa, seharusnya Pemkot membuat skala prioritas. Kami akan pertanyakan 400 KK lebih itu datanya seperti apa. Karena sampai saat ini kami belum diberi data tersebut," terang Juaedi.
Sebanyak 60 KK saat ini menempati tanah PT KAI di Kelurahan/Kecamatan Prajurit Kulon. Sementara di Kelurahan Miji, Kecamatan Kranggan, 30 KK bakal terdampak proyek jalur ganda karena berada di bantaran rel KA.
Juaedi menjelaskan, puluhan keluarga tersebut memenuhi kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebagai calon penghuni rusunawa. Selain tak mempunyai tempat tinggal, sebagian besar warga penghuni bantaran rel KA berpenghasilan rendah. Sehingga tak mampu membeli tanah maupun membangun rumah sendiri.
"Tetap harus disurvei karena ada sebagian yang mempunyai tempat tinggal di tempat lain. Namun, kami berharap warga di bantaran rel KA diprioritaskan menjadi penghuni rusunawa," ujarnya.
Tak hanya itu, Junaedi juga mewanti-wanti Pemkot Mojokerto agar tak memasang tarif sewa rusunawa terlalu tinggi. Menurut dia, tarif sewa maksimal dihitung sesuai biaya operasional rusunawa, seperti listrik, air PDAM, dan gas.
"Nanti setelah pembangunan selesai, rusunawa kan dihibahkan ke Pemkot Mojokerto. Artinya, biaya perawatan rusunawa bisa dibebankan ke APBD, jangan dibebankan ke penyewa," tandasnya.
Permukiman liar di bantaran rel KA di Kota Mojokerto tumbuh sejak tahun 1980an, atau sejak zaman Orde Baru. Pembiaran yang dilakukan pemerintah mengakibatkan mayoritas rumah-rumah penduduk di atas tanah PT KAI itu menjadi bangunan permanen. Sehingga sterilisasi lahan untuk pembangunan jalur ganda bakal menelan biaya besar. Salah satunya untuk memberi ganti rugi bangunan warga.
Sebagian penghuni bantaran rel KA yang ditemui detikcom mengaku siap untuk meninggalkan rumah mereka secara sukarela. Mereka menyadari tanah yang mereka huni selama puluhan tahun adalah milik negara. Bahkan, mereka berterimakasih lantaran dibiarkan menempati tanah PT KAI tanpa dipungut uang sewa.
Namun, harapan untuk mendapatkan ganti rugi atas bangunan rumah masih tertanam di benak mereka. Selain itu, warga yang hingga kini belum mempunyai tempat tinggal lain berharap direlokasi ke rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) yang dibangun Kementerian PUPR di depan MAN 1 Kota Mojokerto, Kelurahan/Kecamatan Prajurit Kulon. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini