Bahkan, sejak 3 tahun terakhir, wanita 85 tahun itu sudah mengalami kelumpuhan hingga hanya bisa berbaring di ruang tamu rumahnya, di Lingkungan Parse RT 01 RW 02 Kelurahan Dawuhan, Kecamatan Situbondo.
Saat detikcom berkunjung ke rumahnya, Kamis (31/1/2019), Edi sedang mencuci beberapa lembar pakaian milik ibunya di kamar mandi depan rumahnya. Sebuah sepeda roda tiga yang sudah usang terlihat parkir tepat di depan pintu kamar mandi tersebut. Sepeda roda tiga itu dimodifikasi dengan pedal di bagian atas. Sehingga bisa dikayuh dengan kedua tangan.
Dengan sepeda roda tiga itulah, Edi biasa melakukan aktivitasnya di luar rumah. Sehingga tak ubahnya menjadi pengganti kakinya saat kemana pun dia hendak pergi. Termasuk saat menjemur pakaian yang baru selesai dicucinya, Edi pun terpaksa melakukanya dari atas sepeda roda tiga tersebut.
"Sepeda roda tiga ini hadiah dari mantan Bupati bapak Diaaman. Sebelum mencalonkan diri, beliau nazar mau memberi saya hadiah kalau terpilih jadi pemimpin. Dan, inilah hadiahnya," kata Edi mengawali perbincangan sebelum mempersilakan detikcom menuju rumahnya.
Di rumah berukuran kecil itulah, Edi tinggal berdua bersama ibunya yang sudah tidak berdaya. Ya, selama ini mereka memang hanya tinggal berdua. Sang ayah Edi bernama Pon Efendi, sudah pergi meninggalkan istrinya sejak Edi berada dalam kandungan ibunya. Dengan kondisi fisiknya yang demikian, Edi sendiri juga tidak pernah menikah.
"Saya ini tidak punya saudara kandung. Anak pertama tapi tidak pernah tahu seperti apa wajah ayah saya. Dia pergi meninggalkan ibu waktu saya masih dalam kandungan. Bapak saya itu katanya orang Banyuwangi," papar Edi.
![]() |
Awal dilahirkan tahun 1958 silam, Edi sebenarnya terlahir dalam keadaan normal. Petaka itu datang saat usianya menginjak 15 bulan. Saat itu, bayi Edi mendadak mengalami panas tinggi hingga berujung pada penyakit polio. Itulah awal nestapa yang menimpa hidup Edi. Karena sejak itu kedua kaki Edi mengalami perubahan (terus mengecil) hingga sulit digerakkan dan tidak bisa berjalan.
"Sebelum ada sepeda roda tiga ini, dulu kalau jalan pakai tongkat biasa. Tapi ya paling jauh hanya sekitar 200 meter. Kalau mau lebih jauh harus naik becak. Padahal saya jarang punya uang," tutur Edi.
Selama berbincang dengan detikcom, sesekali Edi dan ibunya mempersilakan masuk. Namun, dalam ruang tamu itu tak satu pun terlihat kursi tamu. Di ruangan berukuran sekitar 4x5 meter itulah semua perabot rumah tangga diletakkan. Tentu, ini untuk memudahkan Edi untuk mengambilnya jika dibutuhkan. Sementara ruangan tengah tampak dibiarkan kosong.
Tak heran, jika ruang depan atau ruang tamu terlihat cukup sempit dan sesak. Apalagi, di ruangan itu pula Edi merawat ibunya yang lumpuh dan mulai pikun. Sang ibu dibaringkan di lantai dan hanya beralaskan tikar plastik. Tak jauh dari sang ibu, berdiri sebuah kipas angin. Sesekali kipas angin dihidupkan jika sang ibu mengeluh panas dan gerah.
"Sengaja saya baringkan di sini biar saya mudah merawatnya. Baik saat memandikan maupun membersihkan saat ibu buang air kecil maupun buang kotoran. Kalau di atas tempat tidur, saya yang susah karena gak bisa berdiri," ujar Edi.
Meski demikian, Edi tetap harus merawat ibunya di tempat pembaringan tersebut. Saat memandikan misalnya, Edi terpaksa hanya mengusapnya dengan kain basah, setelah sebelumnya diberi sabun. Demikian juga saat membersihkan ibunya usai buang air kecil atau BAB.
"Mau bagaimana lagi, saya sendiri kondisinya begini. Tidak mungkin untuk menggendong ibu. Andai saja saya normal, pasti ibu akan saya gendong ke kamar mandi," ujar pria berambut gondrong itu. (fat/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini