Sebut saja Festival Sukosewu, Festival Metik di Desa Glinggang, Festival Kupatan di Desa Bangunrejo, maupun Festival Getuk Golan.
Menurut pria yang akrab disapa Wisnu HP itu, Kabupaten Ponorogo memang memiliki banyak kesenian yang harus dilestarikan. Bahkan Wisnu menemukan tiap desa memiliki tradisi bersih desa di mana kesenian seperti reog, gajah-gajahan dan wayang selalu ditampilkan.
"Nah, warisan budaya itu harus ada yang mengemas ulang dengan cara unik agar bisa diminati banyak orang," terang Wisnu saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (27/10/2018).
![]() |
Sebelum mengemas ulang event-event tersebut, suami dari Ismayani ini rela melakukan riset selama bertahun-tahun agar festival yang digelar nanti bakal meriah, semisal belajar tentang keseharian masyarakatnya dan adat istiadatnya.
"Saya ini suka seni. Seni lukis saya kira nggak cukup kalau di kanvas saja, makanya saya bentuk festival dan panggung yang saya tata. Kemudian saya cinta seni tari. Kalau cuma bikin sanggar tari ya berhenti saja di situ. Tapi saya kembangkan lagi jadi pertunjukan yang dipadukan dengan panggung menarik supaya masyarakat tertarik," jelas bapak satu anak ini.
Untuk memfasilitasi hal itu, ia pun mantap menjadikan dirinya sebagai creative consultant sejak tahun 2013.
Dengan 'profesi' barunya itu, ia ingin mewujudkan cita-citanya agar Ponorogo menjadi kota 1000 festival. Menurutnya, dengan jumlah desa sebanyak 307 desa dan 21 kecamatan yang memiliki karakteristik budaya masing-masing, maka impian itu tak mustahil.
![]() |
Pria yang sempat mengenyam pendidikan di Institut Seni Indonesia Surakarta ini juga berharap warga Ponorogo sendiri semakin mencintai berbagai kesenian yang dimiliki di daerahnya, baik tua maupun muda.
"Warisan budaya yang ada di jaman old dikemas oleh jaman milenial supaya generasi jaman now juga bisa menikmati dan melestarikannya, itu harapan saya," tambahnya.
Tak hanya itu, pemuda Desa Sumoroto, Kecamatan Kauman, ini juga berbakat dalam melukis dan menari. Ia bahkan mengaku telah mencintai seni tari sejak berusia 10 tahun. Tak terhitung berapa tarian yang berhasil diciptakannya.
Anak dari pasangan Kaderin dan Tentrem ini juga sering diundang ke luar negeri sebagai penampil seni tari. Terbaru, ia bersama para pesilat dan seniman reog diundang ke Azerbaijan untuk menampilkan kesenian reog yang dipadukan dengan silat.
Wisnu juga mendirikan sanggar tari yang dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat dan dari segala umur di tahun 2011.
"Jadi jika biasanya sanggar, cita-cita saya ingin membuat sekolah seni. Makanya namanya Kelas Seni," tutur Wisnu.
Tak kurang terdapat 50-an siswa yang belajar tari di sanggar yang diberi nama Kelas Seni Sabuk Janur tersebut. Baginya, sanggar atau sekolah seni seperti ini dibutuhkan agar Ponorogo memiliki generasi penerus yang akan melestarikan seluruh kesenian yang ada.
"Banyak orang besar lahir dari Ponorogo, seperti Ki Ageng Besari, Batoro Katong, HOS Cokroaminoto. Saya juga ingin seperti mereka, saya ingin jadi besar dengan membawa nama Ponorogo," tutupnya.
Tonton juga video 'Meriahnya Tradisi Larung Sesaji di Ponorogo':
(lll/lll)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini