Bahkan aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak Atas Biaya Nikah dan Rujuk di Luar Kantor Urusan Agama Kecamatan tersebut dinilai masih terjangkau bagi sebagian besar masyarakat Trenggalek.
Hal ini terbukti dari data pernikahan yang dikeluarkan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) setempat. Staf Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kantor Kemenag Trenggalek, Agus Setianto, mengatakan, selama periode bulan Januari hingga Agustus 2018 terdapat 1.507 pernikahan yang dilakukan di luar KUA, sedangkan pernikahan di kantor KUA hanya sebanyak 930 kali.
"Jumlah total pernikahan periode itu sebanyak 2.437, dengan rincian 930 dilakukan di KUA, 1.500 di luar KUA dan 7 juga di luar KUA namun dengan dispensasi biaya karena berstatus miskin," kata Agus kepada detikcom, Kamis (20/9/2018).
Dari 14 kecamatan di Trenggalek, jumlah tertinggi pernikahan dengan mendatangkan penghulu ke rumah pengantin tercatat di Kecamatan Panggul, yaitu sebanyak 226 kali, sedangkan pernikahan di kantor KUA hanya 60 kali. Namun kondisi serupa juga rata-rata terjadi di 12 kecamatan lainnya.
"Di Kecamatan Tugu itu 140 pernikahan di luar KUA sedangkan yang di kantor hanya 29, kemudian Kecamatan Pule 112 di luar KUA dan 63 di kantor," papar Agus.
Agus menjelaskan, banyak faktor yang melatarbelakangi warga sehingga tetap memilih opsi mendatangkan langsung petugas pencatat nikah atau penghulu ke rumah pengantin, di antaranya jarak antara kantor KUA yang terlalu jauh, akses jalan yang sulit serta ongkos transportasi yang harus dikeluarkan.
"Misalkan untuk di Kecamatan Panggul, warga yang rumahnya di lereng pegunungan pasti akan memilih untuk mendatangkan penghulu, karena kalau ke KUA, meskipun nikahnya gratis, namun biayanya akan lebih banyak, seperti untuk sewa kendaraan dan lain-lain. Belum lagi efektivitas waktu," jelasnya.
"Apabila dihitung ongkos memboyong pengantin beserta keluarganya ke kantor justru akan lebih dari Rp 600 ribu. Makanya mereka pilih nikah rumah mempelai," imbuh Agus.
Selain itu, Agus menilai faktor penentuan hari pernikahan juga ikut mempengaruhi hal ini. Ini karena layanan di kantor KUA hanya berlaku pada hari efektif, sedangkan warga biasanya menggelar resepsi pernikahan di akhir pekan. Mau tidak mau petugas juga hanya bisa melayani di luar jam kantor atau datang langsung ke rumah mempelai.
Kendati demikian, Agus menyoroti ada satu kecamatan di mana warganya sebagian besar memilih melangsungkan ijab kabul di KUA setempat, yaitu di Kecamatan Bendungan.
Kepala KUA Bendungan, Arif Kholilul, mengatakan jumlah pernikahan yang diselenggarakan di KUA mencapai 93 kali, sedangkan di luar KUA hanya 40 kali. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari akses jalan hingga tingkat ekonomi warga di daerah paling utara di Kabupaten Trenggalek ini.
"Jadi memang di Bendungan sini lebih banyak yang nikah di KUA. Alasannya yang pertama adalah biaya, karena perekonomian masyarakat Bendungan beda dengan kecamatan lain. Selain itu jarak dan akses dengan KUA tidak terlalu jauh," ujar Arif.
Lagipula saat ini kondisi jalan di Kecamatan Bendungan relatif lebih baik dibandingkan dengan kecamatan lainnya, sehingga biaya transportasi yang dikeluarkan oleh warga tidak terlalu banyak. "Saya merasakan betul perbedaannya ketika saya bertugas di KUA Pule dengan di KUA Bendungan ini," imbuhnya.
Kondisi itu justru berdampak positif terhadap aktivitasnya selaku kepala KUA karena jarang melakukan dinas luar dan lebih banyak melayani masyarakat di kantornya.
"Hanya saja memang untuk setoran penerimaan negara bukan pajak dari pernikahan di luar KUA sangat kecil jika dibandingkan dengan kecamatan lain," tutupnya.
Tonton juga 'Kejujuran Penghulu Bakri Mengantarkannya ke Tanah Suci':
(lll/lll)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini