Ini Kata Pengamat Soal Korupsi Massal Kota Malang Terbongkar KPK

Ini Kata Pengamat Soal Korupsi Massal Kota Malang Terbongkar KPK

Muhammad Aminudin - detikNews
Selasa, 04 Sep 2018 10:02 WIB
Foto: Muhammad Aminudin/File
Malang - Kemendagri berencana mengeluarkan diskresi untuk Kota Malang pasca korupsi massal menjerat puluhan anggota dewan. Langkah ini diambil demi keberlangsungan roda pemerintahan. Bagaimana tanggapan pengamat?

"Bentuk diskresinya belum jelas, tetapi jika bentuk diskresi tetap memaksa anggota dewan yang tersisa (tak tersangkut korupsi), untuk mengesahkan APBD, akan ada persoalan hukum dan politik," ungkap pakar hukum tata negara Universitas Brawijaya Ngesti D Prasetyo kepada detikcom, Selasa (4/9/2018).

Dia mengatakan situasi seperti ini, memang dapat diprediksi dari fakta-fakta persidangan 19 tersangka dugaan suap pembahasan APBD-perubahan tahun anggaran 2015 sebelumnya. Dengan begitu, kata Ngesti, DPRD Kota Malang telah mengalami kelumpuhan (Shutdown).

"Pertama fungsi penganggaran, pembahasan KUA-PPS APBD-perubahan 2018, KUA-PPS APBD 2019, fungsi legislasi, Propemda harus disahkan sebelum pengesahan APBD 2019 nanti, dan fungsi pengawasan tak jalan," beber Ngesti.


Menurut dia, upaya yang bisa dilakukan adalah, dari sisi pemerintahan meminta diskresi dari pemerintah pusat, tetapi risikonya akan banyak aturan yang dilanggar.

"Dari sisi politik, partai harus bertemu dan mencari solusi untuk melakukan PAW (pergantian antar waktu) bagi anggota DPRD yang terjerat korupsi sesuai dengan regulasi yang berlaku," terangnya.

Sementara Ketua Pusat Program Magister Ilmu Sosial FISIP Universitas Brawijaya, Wawan Sobari saat diwawancara terpisah menyatakan, diskresi adalah langkah jangka pendek saat kondisi emergency.

Tetapi jangka panjang harus turut dipikirkan, disaat pemerintahan dalam hal ini eksekutif (Pemkot Malang) dan legislatif (DPRD), memiliki tanggung jawab merencanakan dan mengesahkan APBD tahun 2019.


Semua program yang bersentuhan langsung dan memiliki dampak kepada masyarakat berada di dalamnya. "Kami kira diskresi adalah jangka pendek saja. Tetapi harus memikirkan jangka panjang. Ketika 22 anggota DPRD lain dipanggil oleh KPK, secara strategi pemerintahan Kota Malang akan terganggu," ujar Wawan.

Dia lebih cenderung berharap para anggota DPRD Malang yang sudah berstatus tersangka untuk mundur dari jabatannya. Hal ini, bisa mempermudah bagi partai politik untuk segera melakukan PAW atau pengganti di kursi DPRD.

Anggota DPRD Kota Malang yang terjerat korupsi massal diminta legowo dan mundur dari jabatannya. Agar roda pemerintahan di Kota Malang bisa terus berjalan, terlebih banyak agenda penting yang bakal dilalui.

"Kami harap para anggota DPRD yang terlibat dalam kasus tengah ditangani KPK, segera bisa mundur. Ini soal integritas jika dinilai sudah tidak layak dan bukti yang cukup hingga jadi tersangka, sudahlah mundur jika dinilai sudah tidak bisa menjalankan fungsinya. Partai juga bisa segera melakukan PAW," tandasnya.


KPK menetapkan 22 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka suap dan gratifikasi. Ke-22 orang ini diduga menerima duit Rp 12,5-Rp 50 juta dari Wali Kota Malang nonaktif Moch Anton, yang juga telah menjadi tersangka. Duit itu diduga diberikan Anton terkait pengesahan RAPBD-P Kota Malang tahun 2015.

Dalam penanganan sebelumnya, KPK sudah menetapkan 19 anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 sebagai tersangka. Selain 41 anggota DPRD, KPK juga telah menetapkan Wali Kota Malang nonaktif Moch Anton dan eks Kadis PU dan Pengawasan Bangunan Kota Malang tahun 2015, Jarot Edy Sulistiyono sebagai tersangka. KPK menyebut kasus ini sebagai korupsi massal.

Berikut daftar 41 anggota DPRD Kota Malang yang menjadi tersangka:

1. M Arief Wicaksono
2. Suprapto
3. Zainuddin
4. Sahrawi
5. Salamet
6. Wiwik Hendri Astuti
7. Mohan Katelu
8. Sulik Lestyowati
9. Abdul Hakim
10. Bambang Sumarto
11. Imam Fauzi
12. Syaiful Rusdi
13. Tri Yudiani
14. Heri Pudji Utami
15. Hery Subiantono
16. Ya'qud Ananda Gudban
17. Rahayu Sugiarti
18. Sukarno
19. Abdulrachman
20. Arief Hermanto
21. Teguh Mulyono
22. Mulyanto
23. Choeroel Anwar
24. Suparno Hadiwibowo
25. Imam Ghozali
26. Mohammad Fadli
27. Asia Iriani
28. Indra Tjahyono
29. Een Ambarsari
30. Bambang Triyoso
31. Diana Yanti
32. Sugianto
33. Afdhal Fauza
34. Syamsul Fajrih
35. Hadi Susanto
36. Erni Farida
37. Sony Yudiarto
38. Harun Prasojo
39. Teguh Puji Wahyono
40. Choirul Amri
41. Ribut Harianto (fat/fat)
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.