Seblang Bakungan merupakan rangkaian tarian yang dibawakan oleh wanita tua dalam kondisi trans atau kehilangan kesadaran. Tiap kali ditampilkan, warga pun berbondong-bondong untuk menyaksikan ritual ini.
Tahun ini, seblang ditarikan oleh Supani, seorang wanita berusia 68 tahun yang telah menari seblang selama lima tahun berturut-turut. Supani sendiri adalah keturunan Seblang Misna yang telah pensiun menjadi seblang sejak 15 tahun yang lalu.
Sebelum seblang dimainkan, warga menggelar tumpengan bersama di sepanjang jalan desa yang dimulai selepas maghrib. Warga kemudian salat maghrib dan salat hajat berjamaah di masjid desa.
Dilanjutkan dengan parade oncor (obor) keliling desa (ider bumi). Selanjutnya, di bawah temaram api obor warga desa makan tumpeng bersama di sepanjang jalan desa.
Lalu sekumpulan orang membacakan mantra dan doa untuk si penari seblang. Sesaat kemudian seblang langsung kerasukan roh dan menari mengikuti irama gending yang mengiringinya. Penari akan membawakannya semalam suntuk, dengan diiringi puluhan gending seperti Kodok Ngorek dan Seblang Lukinto.
Seblang sendiri adalah singkatan dari 'sebele ilang' atau sialnya hilang. Di Banyuwangi, ritual seblang dapat ditemui di dua tempat, yaitu Kelurahan Olehsari dan Bakungan.
![]() |
Ritual ini sendiri dijalankan untuk penyucian desa sekaligus ucapan rasa syukur kepada Allah. Warga menggelar ritual ini untuk memohon agar seluruh warga desa diberi ketenangan, kedamaian, keamanan dan kemudahan dalam mendapatkan rezeki halal, serta dijauhkan dari segala marabahaya.
"Semoga seblang bakungan ini tidak hanya menjadi seni pertunjukan, tapi sebagai penguatan budaya yang ada di Banyuwangi," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat menyapa masyarakat melalui aplikasi face time dari Bandara King Abdul Aziz, Saudi Arabia sebelum bertolak kembali dari menunaikan ibadah haji.
![]() |
Anas menambahkan, Banyuwangi konsisten mengangkat tradisi dan budaya lokal sebagai salah satu daya tarik pariwisata. Salah satunya melalui event festival seperti ini.
"Bagi Banyuwangi, festival bukan sekedar cara untuk mendatangkan wisatawan, tapi juga cara untuk menguatkan gotong royong, pemahaman dan pelestarian budaya. Sehingga tradisi dan budaya lokal tetap tumbuh subur di tengah modernitas," urainya.
Nuansa tarian yang magis membuat ritual ini menjadi tontonan menarik yang mampu memikat para wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Salah satunya Otto Paul Draeger. Wisatawan asal Jerman ini mengaku terpukau menyaksikan tarian ini.
"Saya sangat terhibur menyaksikan ritual ini. Apalagi setelah tahu kalau penarinya dalam kondisi kerasukan roh. Saya sempat merinding," ujar Otto kepada detikcom, Senin (27/8/2018).
Hal senada diungkapkan Agnes dari Hongaria. Menurutnya, tradisi ini kental akan semangat gotong royong.
"Saya terkesan dengan budaya gotong royong warga Bakungan. Ini tradisi yang harus dilestarikan," tuturnya. (lll/lll)