Upaya Pemkab Bentuk Desa Sendi Temui Jalan Buntu, Ini Sebabnya

Upaya Pemkab Bentuk Desa Sendi Temui Jalan Buntu, Ini Sebabnya

Enggran Eko Budianto - detikNews
Jumat, 03 Agu 2018 19:05 WIB
Wilayah yang diyakini masuk dalam Desa Sendi. (Foto: Enggran Eko Budianto/File)
Mojokerto - Upaya Pemkab Mojokerto membentuk Sendi menjadi sebuah desa yang diakui menemui jalan buntu. Penyebabnya, jumlah penduduk Sendi tak memenuhi syarat.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Mojokerto Ardi Sepdianto mengatakan, pengajuan Sendi menjadi sebuah desa ditolak oleh Pemprov Jatim. Alasannya, jumlah penduduk Sendi dianggap tak memenuhi syarat minimal untuk menjadi sebuah desa baru.

Persyaratan tersebut, lanjut Ardi, diatur dalam UU RI No 6 tahun 2014 tentang Desa. Jumlah minimal penduduk agar bisa diakui sebagai desa adalah 6.000 jiwa, sementara jumlah penduduk Sendi saat diusulkan tak sampai 700 jiwa.

"Pengajuan Sendi menjadi desa adat ditolak oleh Pemprov Jatim dan tidak diberi kode register desa. Provinsi sudah konsultasi ke Kemendagri, persyaratan jumlah penduduk minimal 6 ribu itu sudah mutlak," kata Ardi saat dihubungi detikcom, Jumat (3/8/2018).


Ia lantas menjelaskan ada opsi untuk menggabungkan sebagian wilayah desa terdekat ke Sendi untuk memenuhi syarat minimal jumlah penduduk. Namun ternyata upaya ini juga tak bisa ditempuh. Sebab menurut Ardi, sekalipun dilakukan penggabungan, jumlah penduduk Sendi takkan sampai 6.000 jiwa.

"Misalkan ambil wilayah terdekat Dusun Podorejo, Desa Sajen, jumlah penduduknya hanya ratusan. Kalau digabungkan dengan Sendi juga masih jauh dari enam ribu jiwa," terangnya.

Dengan begitu, Ardi menambahkan, administrasi kependudukan warga Sendi tetap akan ikut Desa/Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Surat Keputusan (SK) penunjukan Penjabat (Pj) Kepala Desa Persiapan Sendi yang dikeluarkan Bupati Mustofa Kamal Pasa pada Desember 2017, juga akan dicabut.


"Karena sudah ditolak, maka akan kami cabut. Ke depan tak ada lagi Pj Kepala Desa di Sendi. Namun kami masih menunggu SK pencabutan dari Bupati," tambahnya.

Oleh sebab itu, para penduduk Sendi hanya berpeluang untuk diakui sebagai Masyarakat Hukum Adat. Namun ini lagi-lagi butuh proses panjang untuk melegalkannya.

"Kami harus membentuk tim lagi, prosesnya panjang juga. Karena untuk mengakui sebuah masyarakat hukum adat diatur dalam Permendagri No 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat," tandasnya.


Pada zaman penjajahan Belanda, sekitar tahun 1912, Sendi merupakan sebuah desa yang lengkap dengan aparat pemerintahannya. Sendi kala itu menjadi salah satu desa di wilayah Distrik Djaboeng, Regentschap Mojokerto, Recidentie Soerabaja. Berdasarkan keterangan para saksi hidup, luas wilayahnya mencapai 212 hektare.

Menurut cerita turun-temurun, Desa Sendi ada sejak tahun 1600 masehi. Eksistensi Desa Sendi juga dibuktikan dengan dokumen kretek atau buku teritorial Desa Sendi yang dikeluarkan pemerintah kolonial Belanda tahun 1915. Dokumen tersebut menyebutkan luas Desa Sendi 68 hektare.

Selain itu, keberadaan Desa Sendi juga dibuktikan dengan adanya tanah ganjaran para perangkat Desa Sendi seluas 6 hektare. Tanah tersebut tercatat dalam lansiran buku C Desa Pacet tahun 1975. Oleh pemerintah, pengelolaan lahan tersebut sampai saat ini dititipkan di Desa Pacet dan disebut sebagai tanah ganjaran eks Desa Sendi.

Akan tetapi nama Desa Sendi sendiri lenyap dari wilayah Administrasi Kabupaten Mojokerto. Di dalam Permendagri No 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, nama Sendi tak termasuk dalam 299 desa dan 5 kelurahan di Kabupaten Mojokerto. Wilayah eks Desa Sendi juga tidak menjadi bagian desa lainnya. (lll/lll)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.