Awalnya polisi hanya melakukan pendataan pada awal Juli lalu. "Kami sebatas melakukan pendataan awal, saudara Masudin memelihara 5 ekor ikan Arapaima. Paling besar panjangnya sekitar 2 meter," kata Kapolsek Ngoro, AKP Achmad Chairuddin kepada wartawan di lokasi, Senin (2/7/2018).
Ia beralasan belum ada perintah untuk menyita ikan-ikan tersebut meski ikan-ikan ini dilarang masuk ke Indonesia. Pun dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Hari ini kami sebatas mendata. Karena perintah penyerahan ikan kami juga belum ada. Regulasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan akan kami koordinasikan lebih lanjut dengan instansi terkait, terutama dengan Kapolres dan Dinas Perikanan Kabupaten Jombang," terangnya.
Ketika didatangi polisi, Masudin pun berupaya mendesak pemerintah untuk melegalkan pemeliharaan ikan Arapaima di Indonesia. Sebab sejak memelihara ikan-ikan itu di tahun 2013, ia belum pernah sekalipun mendengar adanya sosialiasi dari pemerintah tentang larangan memelihara ikan Arapaima.
"Kalau kami direkomendasikan untuk mengajukan permohonan supaya terus bisa memelihara, aturannya seperti apa, insyaallah kami taati," tegasnya.
Larangan memelihara ikan Arapaima baru diketahui Masudin saat ramai pemberitaan media terkait kasus pelepasan ikan tersebut ke Sungai Brantas wilayah Mojokerto dan Sidoarjo.
Saat itu Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mewanti-wanti agar menjauhi hobi memelihara Arapaima. Larangan itu disampaikan Susi saat menggelar video conference terkait 8 ekor ikan Arapaima gigas yang dilepas ke Sungai Brantas, Jawa Timur, Kamis (28/6/2018).
"Kalau ada ikan yang 2 meter panjangnya lepas, semua ikan lokal pasti habis dan ini tak bisa dimaafkan. Itu yang punya pasti tahu itu dilarang, jadi penegakan hukum harus dilakukan," tegasnya.
Sehari setelahnya, rumah Masudin kembali didatangi polisi dan tim gabungan dari Balai Karantina Ikan Pengendalian dan Keamanan Perikanan (BKIPM) Surabaya II, Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Jakarta, serta Dinas Peternakan dan Perikanan Jombang.
Koordinator Satuan Pengawasan Dirjen PSDKP Kementerian Kelautan dan Perikanan Suryono menjelaskan ikan Arapaima dilarang masuk di Indonesia. Hal itu diatur dalam undang-undang maupun Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.
"Dalam UU No 45 tahun 2009 melarang ikan predator masuk wilayah Indonesia. Nah, ikan Arapaima diatur dalam Peraturan Menteri No 41 tahun 2014, disebutkan ikan Arapaima dilarang masuk Indonesia," terangnya, Selasa (3/7/2018).
![]() |
Masudin pun diminta menyerahkan ikan-ikan peliharaannya ke BKIPM Surabaya paling lambat 31 Juli 2018. "Dalam sebulan kalau tak ada penyerahan, maka proses hukum berjalan. Ikan ini harus diserahkan," tandasnya.
Suryono juga memastikan tak ada ganti rugi bagi Masudin saat menyerahkan ikan peliharaannya ke BKIPM Surabaya. Ikan predator yang habitat aslinya di Sungai Amazon ini akan dimusnahkan oleh BKIPM. "Tidak ada (ganti rugi), ikan ini dilarang memang, jadi harus diserahkan," tandasnya.
Masudin juga diancam dengan dasar hukum pelarangan memelihara ikan Arapaima, yaitu Pasal 88 UU RI No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan tegas mengatur sanksi pidana bagi pemelihara ikan Arapaima. Pemelihara ikan yang habitas aslinya di Sungai Amazon ini diancam hukuman 6 tahun penjara.
"Setiap orang yang dengan sengaja memasukkan, mengeluarkan mengadakan, mengedarkan, dan/atau memelihara ikan yang merugikan masyarakat, pembudidayaan ikan, sumber daya ikan, dan atau lingkungan sumberdaya ikan ke dalam dan/atau ke luar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah".
Masudin sendiri sempat menolak menyerahkan seluruh ikan Arapaima miliknya yang berjumlah 5 ekor kepada BKIPM Surabaya. Ia memilih menyerahkan satu ekor dan sisanya disantap untuk kenduri bersama warga.
"Saya sampaikan kalau untuk dimusnahkan, lebih baik ikan ini untuk kenduri warga. Daripada diserahkan ujung-ujungnya dimusnahkan," kata warga Dusun Ketanen, Desa Banyuarang, Ngoro tersebut.
Namun ternyata setelah Masudin menyerahkan ikan-ikan itu secara sukarela, BKIPM Surabaya tak kunjung mengambil ikan milik pria yang berprofesi sebagai terapis tuna rungu tersebut.
Kepala Seksi Pengawasan Pengendalian dan Informasi BKIPM Surabaya Wiwit Supriyono mengatakan, 5 ikan arapaima telah diserahkan secara sukarela oleh Masudin. Penyerahan itu tertuang dalam berita acara tanggal 17 Juli 2018. Pihaknya juga sudah melaporkan penyerahan tersebut ke pemerintah pusat.
Hanya saja, lanjut Wiwit, sampai saat ini belum ada regulasi tentang perlakuan terhadap ikan Arapaima setelah diserahkan oleh pemiliknya. Ditambah lagi BKIPM Surabaya tidak mempunyai kolam untuk memelihara kelima ikan air tawar berukuran jumbo tersebut.
Pihaknya terpaksa menitipkan ikan-ikan tersebut di kolam milik Masudin yang berada di Dusun Ketanen, Desa Banyuarang, Ngoro, Jombang.
"Sementara ini kami belum tahu arahan pusat ikan yang diserahkan mau diapakan. Kami menunggu instruksi dari pusat. Kalau sudah ada kejelasan regulasi dari pusat, maka kami ambil," kata Wiwit, Kamis (2/8/2018).
Padahal sebelumnya Menteri Susi juga telah menginstruksikan agar ikan-ikan itu segera diambil lalu dipotong untuk dimakan bersama anak-anak.
"Arahan Bu Menteri memang seperti itu. Cuma kami aturannya seperti apa masih dibahas di pusat. Kami tak berani asal potong, nanti dikomplain orang. Aturannya harus jelas dulu," terangnya.
Jadi mau dibawa kemana nasib ikan-ikan Arapaima milik Masudin? (lll/lll)