Kepala Desa Glanggang, Budi Tantomo mengaku, sudah mendengar dan menerima langsung keluhan warganya. Pihaknya kemudian memanggil pengelola yang mengoperasikan pembuangan limbah padat atau dikenal blotong itu.
"Kami (Pemdes) memiliki kewajiban untuk merespon keluhan warga, tadi sudah kami sampaikan kepada pengelola (CV) yang mengerjakan limbah dari pabrik itu (PG Kebonagung)," ungkap Budi kepada detikcom, Selasa (5/6/2018).
Dia mengatakan, jika lahan sebagai tempat pembuangan limbah disewa oleh pihak ketiga (CV) yang menjalin kerjasama dengan PG Kebonagung. Hal ini sesuai izin yang pernah disodorkan kepada Pemdes Glanggang. "Jadi itu disewa oleh CV, limbah dari pabrik. Lahan milik orang tua mantan Bupati Malang," jelas Budi.
Budi mengaku kaget saat limbah yang diletakkan di lahan tersebut mengeluarkan bau tak sedap hingga memicu kemarahan warga. Setahu dia, limbah di lokalisir untuk kembali diolah menjadi pupuk untuk lahan tanaman tebu.
"Itu sebenarnya mau diolah lagi, bukan tempat pembuangan. Tapi baunya sangat mengganggu warga," bebernya.
Meski demikian, Pemdes Glanggang mengambil sikap tegas dengan meminta penghentian pembuangan limbah. Bukan hanya itu, Pemdes juga menyarankan agar limbah yang sudah terlanjur diletakkan supaya dikubur untuk menghilangkan bau. "Sudah kami minta dikubur, agar tidak mengeluarkan bau dan dihentikan," tegasnya.
Warga Glanggang memprotes adanya pembuangan limbah padat hasil penggilingan tebu PG Kebonagung, karena mengeluarkan bau tak sedap dan mencemari lingkungan.
Warga menuntut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Malang turun tangan, agar pembuangan limbah tak sembarangan. "Kami minta untuk ditutup saja, sangat meresahkan, dan banyak warga yang terdampak," tandas Suheri, Ketua RT setempat.
PG Kebonagung sendiri belum dapat dikonfirmasi soal pengelolaan limbah padat (blotong) yang meresahkan warga. Limbah dibawa menggunakan truk menuju tempat pembuangan yang menyebabkan bau menyengat. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini