"Efeknya tidak serius. Pak SBY dan Mas AHY malah mirip jalan-jalan ya ke Jawa Timur, muncul di plaza seperti anak milenial, ketimbang bekerja serius untuk menambah suara," kata Ketua PDIP Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana saat dikonfirmasi detikcom, Senin (2/4/2018).
Pekan lalu, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun di kampanye akbar Khofifah-Emil, di Jombang. Turun pula Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) putera SBY, yang akan bersafari ke 17 daerah di Jawa Timur.
Whisnu menilai turunnya AHY di Jatim tidak sepenuhnya menyosialisasikan pasangan Khofifah-Emil tetapi mencari popularitas dalam rangka Pilpres 2019. "Kami melihat, AHY lebih tepat ingin mempopulerkan dirinya sendiri, mungkin lho ya... untuk Pilpres 2019, dengan memanfaatkan Mbak Khofifah yang tengah running di Pilkada Jawa Timur," ungkap Whisnu.
Putra mantan Sekjen DPP PDIP Sutjipto ini menegaskan jika PDIP hingga kini masih belum ingin menghadirkan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri di Jawa Timur untuk kampanye bagi Calon Gubernur Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Calon Wakil Gubernur Puti Guntur Soekarno.
"Cukup ditangani pengurus partai tingkat kota dan kabupaten, level PAC (kecamatan) dan Ranting (kelurahan), juga Anak Ranting (RW). Ibu Ketua Umum banyak yang harus ditangani. Jadwal kampanye Ibu pasti ada, tapi nanti," tegas Whisnu.
Jajaran PDIP Kota Surabaya bekerja all out untuk memperbesar suara dukungan bagi Gus Ipul-Puti Guntur. Siang malam mereka bergerak dari rumah ke rumah, keluar-masuk kampung, untuk meyakinkan pemilih agar mencoblos Gus Ipul-Puti Guntur.
Dalam Pilkada Jawa Timur, Gus Ipul dan Puti Guntur dicalonkan PKB, PDIP, PKS dan Gerindra. "PDI Perjuangan, sudah bersyukur dapat 'hadiah' Mbak Puti, cucu Bung Karno. Mesin organisasi kami otomatis bergerak ke bawah. Bukan ke atas (elit)," ujarnya.
Hal senada diungkapkan Ketua DPC PDIP Trenggalek Doding Rahmadi yang berpendapat sama soal turunnya SBY dan AHY ke Jawa Timur. "Tidak ada pengaruhnya bagi rakyat di pedesaan, seperti Trenggalek ini. Apalagi di sini, Emil meninggalkan janji-janji kampanye Pilkada 2015, yang banyak terbengkalai," kata Doding dalam pesan yang diterima detikcom.
Bahkan Doding mengungkapkan janji politik yang ditinggalkan Emil Dardak di Trenggalek tidak bisa diobati dengan kunjungan SBY dan AHY.
Doding mengatakan, Trenggalek saat ini harus dihandle Plt. Bupati Trenggalek Moch. Nur Arifin, menggantikan Emil yang cuti. "Satu per satu ditangani Pak Wabup Arifin. Mulai gizi buruk, kemiskinan, perbaikan jalan, dan pemberdayaan masyarakat. Apakah cidera orang Trenggalek karena ditinggal Emil Dardak, lantas bisa diobati Pak SBY dan AHY? Tidak, ingatan orang Trenggalek tidak pendek atas dosa Emil Dardak yang berupaya meninggalkan sumpah jabatannya," tegasnya.
Ia menyebut, kemenangan Emil Dardak-Moch. Nur Arifin di Pilkada Trenggalek mencapai 76 persen suara. "Setengah periode menjabat di Trenggalek, lalu Emil mau jadi Wagub. Dia bilang mau menyejahterakan rakyat Trenggalek lewat Pemprov Jawa Timur. Apakah bisa dipercaya janji itu?," ujar Doding.
Ia mengungkapkan, orang Trenggalek ingin seperti warga Surabaya yang memiliki Walikota Tri Rismaharini, yang kokoh sikap pribadinya, tidak mau meninggalkan jabatan di tengah jalan.
"Bu Risma pemimpin yang punya prinsip. Kokoh. Tidak mau gubernur atau menteri, dengan meninggalkan Surabaya. Dulu orang Trenggalek memilih Emil, karena ingin perbaikan. Faktanya apa? Tidak ada," tambah Doding.
Ketua DPC PDIP Banyuwangi I Made Cahyana berpendapat, Jawa Timur butuh dikelola dengan ketekunan. Tidak dengan pola-pola kampanye sesaat.
"Apa yang bisa diperoleh, dengan datang kampanye dari Jakarta, lantas pergi? Karena itu kami tidak khawatir dengan turunnya Pak SBY dan AHY. Kecuali, kalau menginap berbulan-bulan di Jawa Timur, ke luar masuk desa, kami baru pantas khawatir," tambah Made. (ze/iwd)