Data BI Malang mencatat sejak Januari hingga minggu pertama Maret 2018 ditemukan 1.000-1.400 lembar upal. Upal-upal ini rata-rata merupakan uang Negara Kesatuan Republik Indonesia 2016 dalam pecahan Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu.
"Untuk uang palsu sekarang saja sudah banyak beredar," ungkap Kepala BI wilayah kerja Malang, Dudi Herawadi, Kamis (15/3/2018).
Kendati demikian, Dudi beranggapan tren peredaran upal di masyarakat dewasa ini tidak begitu signifikan. Bahkan ada kecenderungan menurun.
"Kemungkinan malah menurun terkait uang palsu, karena sudah paham dengan risikonya. Kita juga pengawasan terus bersama perbankan," beber Dudi.
Memasuki masa Pilkada, Dudi pun mengingatkan adanya potensi peredaran uang palsu. Masyarakat diimbau untuk waspada dan selalu meneliti ketika mendapatkan uang Rupiah, apalagi yang mengarah kepada pemalsuan.
Di sisi lain, Dudi juga menyebut ada kenaikan peredaran uang sejak awal Febuari 2018 sebab telah memasuki masa kampanye. Grafiknya diprediksi akan terus meningkat, walaupun perhelatan Pilkada berakhir, karena tahun depan juga akan digelar Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif 2019.
"Tentunya semua kegiatan baik politik atau non-politik akan ada dampaknya (peredaran uang, red). Apalagi ini (Pilkada) melibatkan APBN dan APBD serta partisipasi paslon, pastinya menambah peredaran uang baik tunai maupun non-tunai," ungkap Dudi.
Peredaran uang menjelang Pilkada serentak 2018, kata dia, juga dibuktikan dengan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) beberapa waktu. Menurut laporan tersebut, sejak Febuari 2018 sudah ada beberapa transaksi yang ditengarai untuk kepentingan Pilkada.
"Baru-baru ini, Wakil PPATK juga menyebut sejak Februari 2018, ada transaksi ditengarai terkait dengan kepentingan Pilkada. Itu PPATK yang nyebut," paparnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini