Kuah soto daging di sini, gurihnya menggoyang lidah. Harganya pun murah, 1 mangkok hanya Rp 9 ribu. Potongan daging sapi bercampur jeroan sangat lembut dikunyah. Walaupun tanpa perasan jeruk nipis seperti soto pada umumnya, namun kuah santan soto Bok Ireng tetap terasa segar. Apalagi ditambah potongan daun seledri dan kecambah.
"Gurihnya ngageni (membuat kangen) ingin makan lagi. Rasa soto disini gurihnya itu tetap terjaga. Kuahnya santan tapi gak bikin eneg, malah segar," kata pelanggan tetap, Joko Susanto kepada detikcom, Kamis (15/2/2018).
Bagi Joko dan keluarga, soto yang dikenalnya sejak dua tahun lalu ini konsisten mempertahankan kualitas rasa. Apalagi penjualnya tetap memakai pikulan, anglo dan tompo (tempat nasi dari anyaman bambu), menyakinkan pembeli akan konsistensi penjualnya.
"Katanya dari dulu ya seperti ini jualannya. Istri saya ini bilang, cara jualannya kuno pasti bumbunya juga masih pakai bumbu kuno. Maksudnya tidak blenderan dan kebanyakan micin," kata Joko.
![]() |
Rupanya, hal itu memang diakui sang penjual, Kayatin (70). Meski setiap hari memasak 10 kg daging sapi, namun pantang baginya menghaluskan bumbu dengan blender.
"Yo tetep diulek ben miroso (Tetap diulek biar bumbu bisa merasuk ke bahan makanan). Ora lekoh lek ora diulek (Tidak nyaman rasanya saat mengolah bumbu kalau tidak diulek," katanya sambil terus melayani pembeli.
Soal bumbu, tentu saja Kayatin merahasiakan resep warisan dari ibunya itu. "Wes kabeh empon-empon dicemplungne pokok e (Semua bumbu rempah dimasukkan)," akunya dengan terpingkal.
Kayatin memang meneruskan usaha ibunya yang berdarah Madura. Dia sendiri sudah 30 tahun berjualan soto daging. Selama itu, baru dua kali dia ganti pikulan, anglo dan tompo sebagai alat berjualan.
Tak ada tatanan jualan yang diubah sejak ibunya dulu yang berjualan. Tempatnya masih di sebelah selatan tembok jembatan yang dicat hitam (bok ireng) di Jalan Kelud, Kota Blitar. Pikulan, anglo dan tompo menjadi ciri khas yang dipertahankan. Dan yang unik, soto ini disajikan dalam mangkuk kecil kuno yang biasa dipakai makan dawet.
"Yo ngono kui kaet biyen, ben lekoh lek podo mangan (Ya seperti itu dari dulu, biar makin nikmat yang makan)," pungkasnya. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini