Nakhoda KM Astro Sari, Casnoto, mengatakan kapal jenis 'purse seine' tersebut berangkat awal Januari lalu dari Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara. Rencananya mereka melakukan operasi pencarian ikan di Samudera Indonesia dengan lokasi lebih dari 200 mil.
"Saat perjalanan itu kami mendengar informasi cuaca sedang buruk dan gelombang tinggi, akhirnya kami memutuskan untuk berlindung di kawasan teluk Popoh selama 2 hari. Selanjutnya tanggal 15 Januari berangkat lagi," kata Casnoto usai dievakuasi di Posmat TNI AL Popoh, Rabu (24/1/2018).
Dalam perjalanan menuju lokasi pencarian ikan, kapal tiba-tiba rusak di bagian mesin. As kruk yang menjadi penghubung roda gila dan kemudi, patah. Akibatnya, mesin tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
Selain itu oli mesin juga bocor. Bahkan saat sampai di lokasi evakuasi, kapal motor berkapasitas 126 GT itu telah menghabiskan 10 liter oli mesin.
"As itu memiliki fungsi yang sangat vital, untuk kestabilan mesin dan kapal. Tanpa itu mesin akan bergetar, sehingga kecepatnnya hanya bisa dipacu maksimal 2 knot," imbuhnya.
Melihat kondisi darurat tersebut, pihaknya langsung mengubungi pemilik kapal untuk meminta bantuan. Namun selama 2 hari berturut-turut, bantuan yang diharapkan tidak kunjung ada.
Sejumlah kapal yang berada di dekat lokasinya berlayar tidak berani memberikan pertolongan tanpa seizin dari pemiliknya masing-masing. Setiap kapal memiliki alasan tersendiri, mulai dari bahaya hingga perhitungan untung rugi.
Saat itu, posisi kapalnya sedang berada paling selatan di 11 Lintang Selatan atau di selatan Yogyakarta, sedangkan kapal-kapal nelayan lainnya berada di koordinat sembilan Lintang Selatan.
"Teman-teman saya sudah saya hubungi dan mereka siap membantu, tapi tidak diperbolehkan sama bosnya. Hal yang sama juga dialami oleh bos saya, dia menghubungi beberapa pemilik kapal yang berlaut di sekitar saya, tapi juga tidak mengizinkan," imbuhnya.
Baca Juga: Terombang-ambing, KM Astro Sari Berhasil Sandar di Pantai Popoh
Kondisi tersebut mengakibatkan puluhan ABK panik, karena kapal yang dinaiki hanya bisa bergerak mengikuti arus laut. Kala itu ABK berulang kali menanyakan kabar permintaan bantuan kepada kapten kapal.
"ABK saya itu bermacam-macam ada yang tua ada juga yang muda, jadi selain harus mengendalikan kondisi kapal, saya juga harus bertanggung jawab kepada semuanya," ujarnya.
Beruntung dalam situasi darurat itu, pemilik KM Aquarius mengizinkan kapalnya untuk memberikan pertolongan dengan melakukan pengawalan menuju Tulungagung. Karena kebetulan KM Aquarius sedang menuju Teluk Popoh Tulungagung untuk berlindung.
"Kemudian saya juga meminta bantuan melalui radio komunikasi, saya menghubungi teman-teman RAPI. Kemudian pesan darurat tersebut dihubungkan ke Basarnas Pusat hingga Basarnas Trenggalek," kisah Noto.
Setelah terhubung melalui komunikasi radio dengan tim SAR gabugan, seluruh ABK bisa sedikit tenang. Mengingat setiap pergerakan kapal terus dilakukan pemantauan Basarnas maupun TNI AL.
Casnoto mengaku, selama mengalami kerusakan mesin, dia seakan dalam perjalanan hidup dan mati. Sebab, kapalnya hanya mengikuti arus air laut. Sedangkan kapal yang mengawalnya tidak bisa melakukan penarikan.
"Khawatirnya itu kalau sampai terseret hingga Australia, kalau sampai sana, mungkin kami bisa selamat, tapi kapal kan akan disita. Sedangkan kapal kami memang didesain bukan untuk ditarik, sama halnya dengan KM Aquarius," jelasnya.
Karena bila nekat dilakukan penarikan, justru bisa berbahaya dan mengancam keselamatan dari kedua kapal. Namun dengan penuh keyakinan pihaknya terus mengendalikan laju kapal hingga akhirnya bisa bersandar dengan selamat di Teluk Popoh Tulungagung. Seluruh ABK yang ada di kapal juga dalam kondisi selamat dan tidak ada yang sakit.
"Kalau untuk perbekalan, kami tidak ada masalah, karena setiap kali berlayar itu kami sudah menyiapkan stok logistik yang cukup untuk dua bulan," tegasnya. (fat/fat)