Salah satunya perkampungan di Lingkungan Balongrawe, Kelurahan Kedundung, Magersari. Permukiman penduduk di kampung ini tak lazim. Rumah-rumah warga berdiri di sela-sela makam cina. Bahkan ada pula yang menyatu dengan makam.
Lurah Kedundung Yusronsyah mengatakan, area makam cina yang dulunya dikelola Yayasan Podo Langgeng berdiri sejak zaman Belanda. Luasan lahan lebih dari 10 hektare, meliputi Lingkungan Balongrawe dan Kedundung.
Namun, sekitar tahun 2000, izin hak pakai lahan tak diperpanjang. Sehingga area tersebut tak lagi digunakan untuk memakamkan jenazah. Hanya saja, ratusan bangunan makam cina masih bertebaran.
Sebelum izin hak pakai makam habis, menurut Yusronsyah, sudah banyak warga yang membuat permukiman di area makam Cina. Dia tak tahu persis siapa yang memulai dan sejak kapan area makam itu dihuni warga secara liar.
"Tahun 1999 saya masuk Kedundung sudah banyak rumah di situ (area makam Cina), perkiraan sejak tahun 1980-an sudah dihuni. Banyak warga dari luar kota, mereka 'Bonek' (bondo nekat) atau karena tuna wisma," kata Yusronsyah saat dihubungi detikcom, Jumat (10/11/2017).
Area makam Cina sendiri, lanjut Yusronsyah, terbagi dalam 4 blok. Sejak berkahirnya izin hak pakai, blok 1-2 berhasil dialihkan kepemilikannya. Sebagian diserahkan ke penduduk, sebagian lagi ke Yayasan Podo Langgeng.
Sementara blok 3-4 yang membentang mulai belakang SDN Kedundung hingga belakang kantor Kelurahan Kedundung, sampai saat ini berstatus tanah milik negara. Namun, di area ini masih berdiri sekitar 500 rumah penduduk yang dihuni sekitar 1.500 jiwa.
"Tahun 2000, blok 3-4 mau kami selesaikan. Namun, terjadi perlawanan dari warga. Mereka khawatir akan terusir karena mereka merasa tak punya hak apapun. Padahal waktu itu pemerintah mendata penduduk, bagaimana solusinya, bukan untuk mengusir," terangnya.
Ratusan keluarga yang tinggal di makam Cina ini tergolong masyarakat miskin yang tak punya tempat tinggal. Ada yang bekerja sebagai kuli bangunan, tukang becak, pengemis, pengamen dan buruh rumah tangga.
Tak ayal banyak rumah penduduk yang tak layak huni. Bangunan reot itu berkerangka bambu, dinding dari anyaman bambu beralaskan tanah. Namun ada pula yang nekat membangun rumah permanen meski berdiri di atas tanah negara.
Yusronsyah berharap, tokoh masyarakat bersedia duduk satu meja untuk menuntaskan status kepemilikan tanah area makam Cina. Sehingga keresahan warga yang takut digusur bisa diatasi.
"Tokoh masyarakat, pihak yayasan, legislatif, eksekutif, keamanan, duduk satu meja, pasti bisa selesai. Blok 1-2 bisa selesai kenapa 3-4 tidak bisa. Kami di kelurahan sangat support kalau itu dilakukan," tandasnya. (bdh/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini