Pengungsi Rohingya di Sidoarjo Kecam Pembantaian Terhadap Saudaranya

Pengungsi Rohingya di Sidoarjo Kecam Pembantaian Terhadap Saudaranya

Suparno - detikNews
Selasa, 05 Sep 2017 19:51 WIB
Muhammad Suaib, pengungsi Rohingya di Sidoarjo/Foto: Suparno
Sidoarjo - Perasaan pengungsi Rohingya di Sidoarjo, kembali berkecamuk saat mengetahui saudara-saudaranya yang tinggal di Rakhine, Myanmar, menjadi korban pembantaian.

"Perasaan kami sakit saat melihat dari media bahwa ada warga muslim di Rohingya dibantai, dan rumah dibakar. Namun kami hanya pasrah," kata salah satu pengungsi Rohingya, Muhammad Suaib (31), saat ditemui detikcom, Selasa (5/8/2017).

Suaib bersama 14 warga Rohingya lainnya, sudah tinggal di Rusunawa Jemundo, Taman, Sidoarjo, sejak tahun 2013. "Kami bersama teman Rohingya yang lain sebanyak 14 orang sudah menempati rusunawa ini sudah empat tahun," terang Suaib.

Suaib menceritakan, saat lari dari negaranya, mereka bermaksud mengungsi ke dua negara tetangga terdekat (Myanmar), yang jauh lebih makmur secara ekonomi, Thailand dan Malaysia. Karea dua negara itu kerap menjadi pilihan tujuan pelarian warga Rohingya.

"Pada awalnya kami bersama warga Rohingya ingin tinggal di Malaysia dan Thailand, namun kapal yang ditumpangi saat itu nyasar ke Makassar," ujar Suaib.

Suaib menuturkan jika saat itu setelah dari Makassar mereka berkeinginan melanjutkan perjalanan ke negara lain seperti Australia, namun menemui kegagalan, karena kapal yang mereka tumpangi dihantam oleh ombak hingga mesin kapal mati dan tidak bisa meneruskan perjalanan.

"Karena dihamtam ombak besar, kami alhamdulillah berhasil menepi di Timor Leste," tuturnya.

Suaib menjelaskan selanjutnya kami bersama warga Rohingya yang lain oleh pihak Timor Leste di kirim ke Indonesia. "Akhirnya kami tinggal di rusunawa ini sudah empat tahun tidak ada kegiatan apa-apa, mau kerja, untuk mendapatkan uang takut diamankan oleh Polisi. Apalagi kami mendapatkan informasi bahwa mama saya sedang sakit keras," kata Suaib.

"Alhamdulillah mama saya bisa diselamatkan, saat ini berada di Bangladesh, tapi kondisinya sakit keras, sementara saya ini anak laki-laki tidak bisa membantu. Apa artinya hidup kalau tidak bisa membantu keluarga rasanya mau mati saja," ujar Suaib dengan nada memelas.

Sementara Sofiullah (22), pengungsi lainnya mengecam adanya pembantaian di Rohingya. "Itu perbuatan keji tak layak dilakukan oleh manusia, kami berharap pada pemerintah Indonesia untuk membantu menghentikan perbuatan keji tersebut," kata Sofiullah dengan bahasa Indonesia yang masih terbata-bata. (bdh/bdh)
Berita Terkait