Keberadaan patung itu sebenarnya sudah lama. Pada Tahun 1970, Pemerintah Daerah Surabaya dan pimpinan ABRI saat itu sepakat membangun monumen perjuangan di Kota Surabaya.
"Ada lima patung yang dibangun plus tugu yang sekarang ini kita kenal sebagai Tugu Pahlawan," kata ketua Komunitas Surabaya Juang Heri Lentho mengawali bincang-bincangnya dengan detikcom, Kamis (10/11/2016).
![]() Patung di depan Gedung Siola berhimpitan dengan pos polisi |
Lima patung yang diberi nama patung rakyat berjuang itu diletakkan di lima titik berbeda yakni Jembatan Merah, Alun-alun Contong, depan Gedung Siola, depan Hotel Majapahit, dan Jalan Kombes M Duriyat.
"Lima titik itu adalah titik-titik perjuangan Arek Surabaya pada 10 November 1945," kata Heri.
Seiring berkembangnya zaman, saat ini hanya tersisa 3 patung dari lima patung yang dulunya dipasang. Yang tersisa ada di Alun-alun Contong, Siola, dan Jalan Kombes M Duriyat.
![]() Patung perjuangan ini 'sembunyi' di belakang pos polisi |
Sementara dua patung yang ada di Jembatan Merah dan depan Hotel Majapahit, kata Heri, sudah lenyap dari tempatnya.
Patung pertama adalah patung di Alun-alun Contong. Lokasinya terletak di antara Jalan Pahlawan dan Jalan Baliwerti (Gemblongan). Kini disebutnya Monumen Pertempuran 10 November.
Patung kedua adalah patung di depan Gedung Siola. Patung itu memperlihatkan seorang pejuang berselempang sarung dalam posisi merunduk dengan kaki kiri bertopang pada tungkai kaki. Tangan kiri sang pejuang mengepal ke depan. Sementara tangan kanannya membawa bambu runcing.
Ada plakat di patung itu. Sayangnya sebagian tulisannya sudah rusak sehingga aga sulit dibaca. Isi yang terbaca adalah "Serangan sekutu 10 November 1945 menggerakkan kekuatan militernya secara total. Tank sekutu yang datang dari utara ditahan oleh pejuang Indonesia di sekitaran. Dari atas gedung yang bernama Whiteaway Landlaw. Pertempuran berlangsung seru, akhirnya gedung terbakar habis dibumihanguskan oleh pemuda Indonesia".
![]() |
Patung ketiga adalah patung yang ada di Jalan Kombes M Duriyat. Patung itu memperlihatkan seorang pejuang berikat kepala dan berselempang sarung dalam posisi berdiri. Pejuang itu membawa sebuah keris yang ia angkat ke atas sambil berteriak.
Plakat di sekitar patung juga masih utuh. Bunyi plakat sebagai berikut "Merdeka atau mati. Sewaktu petjah revolusi 17 Agustus 1945 dan berkobarnja pertempuran 10 Nopember 1945 di sekitar Djalan Kaliasin ini, sekarang Djalan Djendral Basoeki Rachmat. Trleta markas-markas pertemnpuran arek-arek Surobojo di waktu menghadapi kaum pendjadah. Surabaya 10 Nopember 1970".
Namun patung simbol perjuangan mengusir penjajah di depan Gedung Siola maupun di Jalan Kombes M Duriyat tidak bisa leluasa disaksikan. Sebab di depan patung keduanya telah didirikan pos polisi yang menghalangi keberadaan patung tersebut.
Pemerhati sejarah Kota Surabaya Freddy H Istanto meminta Pemkot Surabaya melakukan penataan agar keberadaan monumen atau patung perjuangan tidak terabaikan.
![]() Patung di Jl Kombes M Duriyat |
"Penataan ruang untuk monumen perjuangan tidak terlalu diperhatikan," ujar Freddy H Istanto.
Freddy mengatakan, yang selama ini terjadi adalah monumen atau patung perjuangan hanya diletakkan di tempat yang orang hanya bisa melihatnya saja.
Contohnya adalah patung-patung yang diletakan di tengah taman yang menjadi pembatas jalan. Praktis warga Kota Surabaya hanya bisa melihatnya saja, itu pun dari atas kendaraan yang dalam keadaan melaju.
Seharusnya, kata Freddy, tetenger sejarah tersebut bisa diletakkan di tempat representatif. Tempat itu adalah lokasi yang monumen perjuangan tak hanya bisa dilihat, tetapi juga bisa dijadikan objek berfoto. (iwd/ugik)