Kisah Pilu Ketang, Ditabrak Motor Hingga Diusir Satpol PP

Kisah Pilu Ketang, Ditabrak Motor Hingga Diusir Satpol PP

Enggran Eko Budianto - detikNews
Minggu, 07 Agu 2016 16:03 WIB
Ketang saat melayani pembeli (Foto: Enggran Eko Budianto)
Mojokerto - Dengan kondisi kedua kakinya lumpuh, Ketang (46) sanggup hidup seorang diri di Kota Mojokerto. Menjual balon keliling dia lakoni untuk menafkahi kedua anaknya. Berbagai peristiwa pahit pun dia rasakan selama mengadu nasib di Kota Onde-onde.

Ketang lahir di Desa Kedungbetik, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang dari pasangan almarhum Lahuri dan Khofifah. Sejak berusia Sekitar satu tahun, kedua kakinya lumpuh terkena polio. Dengan keterbatasan fisiknya, sekitar 14 tahun lalu, dia menikah dengan gadis tetangga desanya. Hanya saja, saat putrinya baru berusia 19 hari, perempuan itu berpaling darinya.

Dengan status duda beranak satu, tujuh tahun lalu dia kembali menikah dengan seorang perempuan asal Kelurahan Kedundung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto. Buah pernikahan itu adalah seorang anak laki-laki yang kini berusia 3,5 tahun. Namun, sekitar dua tahun lalu istrinya meninggal dunia akibat kanker kelenjar getah bening.

Sejak saat itu, pria 46 tahun itu hidup seorang diri tanpa tempat tinggal di Kota Mojokerto. Dia memilih menitipkan kedua anaknya ke saudaranya di Kesamben, Kabupaten Jombang. Keterbatasan fisik membuatnya tak mampu merawat kedua buah hatinya. Emperan toko di depan Pasar Tanjung Anyar menjadi tempat Ketang untuk melepas lelah saat malam tiba.

"Karena tak mungkin saya tinggal di rumah keluarga almarhum istri saya, hubungannya sudah kurang baik," kata Ketang saat berbincang dengan detikcom, akhir pekan lalu.

Kendati begitu, Ketang rajin memberi nafkah kepada kedua buah hatinya. Meski kedua kakinya lumpuh, dia enggan mengemis di pinggir jalan mengharap belas kasihan orang. Dengan sepeda khusus miliknya, pria bertubuh gendut ini keliling kota Mojokerto untuk menjajakan mainan anak berupa balon dan gelembung. Bahkan profesi itu dia lakoni sejak 20 tahun silam dengan berpindah-pindah daerah sebelum akhirnya menetap di Kota Onde-onde.

Sejumlah pengalaman pahit pun dia rasakan selama empat tahun mengadu nasib di Kota Mojokerto. Salah satunya diusir Satpol PP saat berjualan di Jalan Benteng Pancasila. Keberadaan Ketang dengan sepeda roda tiganya, dianggap mengganggu ketertiban di pusat kota itu.

Tak hanya itu saja pengalaman pahit yang tak pernah hilang dari ingatannya. Pada suatu malam di bulan Ramadan yang lalu, dia ditabrak pengendara motor saat menyeberang di Jalan Residen Pamudji. Kecelakaan itu membuat sepeda dan barang dagangannya rusak.

"Tidak diberi ganti rugi, malah saya yang disalahkan. Alhamdulillah saat itu ditolong warga sekitar, saya diantar pakai pikup," kisahnya.

Namun, peristiwa itu tak membuat Ketang putus asa. Setelah memperbaiki sepedanya, dia kembali keliling Kota Mojokerto untuk menjual mainan anak. Kondisi fisiknya yang terbatas, tak membuatnya berpangku tangan menjadi pengemis. Dengan kerja kerasnya itu, dia justru ingin menjadi inspirasi, baik bagi para penyandang disabilitas maupun orang dengan fisik normal. (iwd/iwd)
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.