Pengalaman Relawan Zaenal, Muntah Hingga Nyaris Tenggelam Evakuasi Mayat

Pengalaman Relawan Zaenal, Muntah Hingga Nyaris Tenggelam Evakuasi Mayat

Enggran Eko Budianto - detikNews
Sabtu, 12 Sep 2015 12:00 WIB
Foto: Enggran Eko Budianto/File
Mojokerto - Tak bisa dibayangkan bagaimana rasanya mengevakuasi mayat yang membusuk dan korban kecelakaan. Itulah yang dilakoni Zaenal (57), salah seorang relawan di Mojokerto. Meski kondisi ekonominya kurang mapan, duda dua anak ini ikhlas menjadi relawan tanpa gaji sepeserpun. Begini kisah Zaenal pertama kali memegang mayat dan pengalaman nyaris tenggelam di Sungai Porong.

Dengan kedua tangan menyangga dagunya, Zaenal terlihat berusaha mengingat kembali kenangan dia saat awal menjadi relawan. Warung Es Degan yang sedang ramai pembeli diabaikan sejenak untuk sekedar membagi kisahnya yang dialami tahun 2010 itu.

"TKP (tempat kejadian perkara) yang pertama kali saya datangi sebagai relawan di bawah Jembatan Less Padangan, saat itu ada penemuan mayat wanita telanjang di tepi Sungai Brantas," kata pemilik nama asli Achmad Zaenuri ini memulai kisahnya kepada detikcom di warung Es Degan yang dikelola di tepi rel kereta api Kelurahan/Kecamatan Prajurit Kulon, Sabtu (13/9/2015).

Bau busuk mayat begitu menyengat hidung Zaenal kala itu. Lantaran belum terbiasa, anak ke 2 dari 8 bersaudara pasangan almarhum Arjan dan Siti Roisah ini berulang kali muntah di lokasi.

Sudah jatuh tertimpa tangga. Zaenal justru menjadi bahan tertawaan anggota polisi dan relawan lainnya yang berada di lokasi kala itu. Bahkan salah seorang dari mereka sengaja mendorong Zaenal hingga jatuh tengkurap di atas mayat tersebut. Hii..!

"Itu lah pertama kali saya belajar mengevakuasi mayat. Sekalipun muntah-muntah, saya kuatkan. Apalagi saat itu mayat perempuan. Saya sangat kasihan kerena teringat saudara saya yang kebanyakan perempuan," tuturnya.

Berawal dari pengalaman pahit itulah, suami almarhum Siti Ayuni ini belajar menghindari bau busuk mayat. "Setelah kejadian itu, saya mendapat ilmu dari rekan relawan lain agar melihat arah angin sebelum mengangkat mayat. Kalau angin ke barat, saya harus berada di sebelah timur mayat sehingga bau tidak ke arah saya," ungkap Zaenal.

Selang beberapa minggu menjadi relawan, Zaenal justru nyaris kehilangan nyawa. Pria bertubuh mungil ini nyaris tenggelam saat mengevakuasi mayat laki-laki yang saat itu mengapung di Sungai Porong, Desa Leminggir, Kecamatan Mojosari, Mojokerto.

"Saya dapat kabar penemuan mayat dari teman sesama relawan. Saat itu warung Es Degan langsung saya tutup, saya langsung berangkat ke lokasi. Ternyata di di lokasi mayat laki-laki mengapung di tengah Sungai Porong. Karena tak ada yang narik ke pinggir, saya langsung inisiatif lompat ke sungai mau saya tarik ke pinggir supaya lekas dievakuasi," kenangnya.

Peringatan dari sejumlah orang di lokasi agar tak masuk ke sungai tak digubris. Duda yang memiliki dua anak angkat ini nekat berenang mendekati mayat di tengah derasnya arus Sungai Porong tanpa jaket pelampung maupun peralatan keselamatan lainnya.

Hanya beberapa meter dari mayat yang terbawa arus sungai, Zaenal mulai kelelahan. Kedua tangannya tak bisa digerakkan saking lelahnya. Tak pelak dia hanya bisa berteriak meminta pertolongan warga. Niatnya untuk mengevakuasi mayat justru berbuah petaka.

"Ada warga setempat melempar pohon pisang ke arah saya, langsung saya rangkul untuk minggir, setelah itu saya endak sadar. Begitu sadar sudah di rumah sakit," ungkapnya.

Pengalaman pahit tak terlupakan itu tak membuat Zaenal menghentikan langkahnya sebagai relawan. Pengalaman itu justru menjadi pelajaran yang selalu dia jadikan pedoman sampai saat ini.

Namun, apa yang dia perbuat selama 5 tahun menjadi relawan tak sebanding dengan apa yang dia peroleh selama ini. Hidup Zaenal jauh dari kata mapan. Rumah pun dia tak punya. Seperti sebutannya, 'Relawan', dia rela mengabdi tanpa digaji sepeserpun.

Untuk menyambung hidup dan menafkahi dua putri angkat yang dia rawat sejak bayi, Zaenal hanya mengandalkan warung Es Degan miliknya.

Warung yang berdiri di tepi rel kereta api di Prajurot Kulon gang IV itu hanya terbuat dari kayu. Di bangunan 8x8 meter yang menempati secara ilegal lahan milik PT KAI itu sekaligus menjadi tempat Zaenal tidur.

Kondisi warung sekaligus rumah yang telah ditempati selama 20 tahun itu jauh dari kata layak. Bangunan berlantai tanah itu terlihat berantakan di sana-sini.

Zaenal mengaku ikhlas menjadi seorang relawan. Dia tak mengharap gaji maupun penghargaan dari siapa pun. Panggilan hati untuk menolong sesama membuat Zaenal bertekat menjadi relawan sampai akhir hayatnya. (fat/fat)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.