Menurut Yeti salah seorang pekerja borongan penyortir surat suara, upah yang dibayar oleh KPUD itu sangat tidak sesuai dengan jam kerja. Karena nilai upah borongan yang diterima pekerja itu cukup rendah, tidak sama dengan upah sewaktu mrnyortir surat suara pemilihan legislatif.
"Upahnya itu 25 rupiah per lembar suarat suara. Ini tidak sama seperti dulu, saat sortir surat suara pemilihan legislatif sebesar 100 rupiah," kata Yeti, di sela-sela melakukan aksi mogok, di Kantor KPUD Sidoarjo, Rabu (25/6/2014).
Akibat aksi unjuk rasa ini, penyortiran dan pelipatan kertas surat suara di KPUD Sidoarjo dipastikan akan terhambat.
Secara terpisah, Ketua KPU Sidoarjo Zainal Abidin ketika dikonfirmasi mengenai upah yang dibayarkan pada pekerja borongan penyortir dan pelipat kertas surat suara, mengaku akan melakukan koordinasi. Serta menjelaskan mengenai upah sebesar Rp 25 itu.
"Kita akan mengajak bicara pada mereka (pekerja borongan) dengan baik-baik. Karena mereka itu tiap kelompok ada koordinatornya, dan menjelaskan kalau upah itu sudah ketentuan yang berlaku tiap daerah," kata Zainal Abidin.
(bdh/bdh)