Humas Festival Kemiren Mastuki, menjelaskan lomba itu sebagai upaya pelestarian tradisi yang ada di Desa Kemiren. Nginang salah satu kebiasaan para perempuan tua Kemiren, seperti yang ditemui para perempuan dari suku Jawa. Bedanya, para perempuan Kemiren saat menginang sambil berpantun (wangsalan).
"Di lomba ini yang dinilai ketrampilan meracik ramuan dari dauh sirih, tembakau, gambir, kapur dan buah pinang," kata Mastuki saat ditemui detikcom di Desa Kemiren, Senin (7/10/2013).
Ramuan tersebut, lanjut dia, digosokkan ke gigi dan gusi mirip proses menyikat gigi pada umumnya. Penilaian juga dilakukan kepada tata cara menginang, busana yang dikenakan peserta serta peralatan nginang.
"Selain itu mahir tidaknya berpantun atau adu wangsalan," urai Mastuki.
Di Desa Kemiren, menginang hanya boleh dilakukan perempuan yang sudah menikah. Sebab itu juga, nginang juga menjadi tanda bagi perempuan yang sudah memiliki pasangan hidup.
"Yang belum menikah tidak boleh nginang," ujar Mbah Subuh, salah satu peserta lomba Nginang.
(fat/fat)