Sebuah makam di Desa Ngreden, Wonosari, Klaten, Jawa Tengah, dikenal luas sebagai makam Ki Ageng Perwito. Menurut cerita turun temurun, Ki Ageng Perwito bangsawan kerajaan Demak yang sempat menjadi pujangga di Kerajaan Pajang hingga kemudian menjadi guru warga pedesaan di Klaten.
Makam Ki Ageng Perwito berada di sisi barat laut kompleks pemakaman umum desa tetapi dipisahkan pagar tembok setinggi sekitar 2,5 meter. Makam iru berupa bangunan joglo berbahan kayu jati.
Di sekitar makam Ki Ageng, terdapat 9 nisan lainnya bercorak kuno dengan batu bertakik. Nisan Ki Ageng berada di tanah berundak, ditutup bilik kayu tebal bersimbol Keraton Surakarta, dengan lafadz Allah dan Muhammad terukir di kayunya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Menyoal Patung Naga di Bandara Yogya |
Di utara kompleks makam terdapat masjid besar. Sedangkan di selatan kompleks makam di seberang jalan terdapat Sendang Tretes yang sangat jernih airnya.
Lalu siapa sosok Ki Ageng Perwito? Juru kunci makam, Sucipto, mengatakan menurut cerita turun-temurun, Ki Ageng adalah keturunan kerajaan Demak. "Ki Ageng adalah keturunan Syekh Alam Akbar atau Sultan Trenggono dari Demak Bintoro," tutur Sucipto kepada detikcom, Sabtu (1/1/2022).
Ketika pusat kerajaan pindah ke Pajang di Solo dipimpin oleh Sultan Hadiwijoyo yang tak lain adalah saudara iparnya, dia ikut pindah ke Pajang. "Berganti nama Pangeran Karang Gayam dan dia diangkat menjadi pujangga kerajaan," kata dia.
![]() |
Seiring konflik suksesi antara Pajang dengan Mataram yang menjadi penanda akhir kerajaan Pajang, dia selanjutnya memilih menetap di Delanggu, Klaten. Di tempat itu dia mulai mengajarkan ilmu pertanian, budaya, agama Islam dan kasepuhan atau ilmu makrifat kepada warga di pedesaan.
"Ki Ageng mengajarkan ilmu pertanian, budaya, agama Islam dan kasepuhan. Semakin hari pengikutnya semakin banyak dan berkembang," tuturnya.
Di makamnya kini ramai diziarahi hingga saat ini.
Ditemui detikcom di kantornya, Kades Ngreden, Sunarto mengatakan, makam tersebut sampai saat ini masih diziarahi warga dari berbagai daerah. Ada dari Wonogiri, Solo, Yogyakarta hingga Semarang.
"Ada dari Wonogiri, Solo, Yogyakarta sampai Semarang. Terutama pada malam Jumat Wage lebih ramai tetapi sejak COVID agak berkurang," kata Sunarto.
(mbr/mbr)