Desa Ledok, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora menjadi daerah yang mempunyai ratusan sumur tua peninggalan Belanda. Sumur-sumur minyak tua itu masih ditambang hingga sekarang. Seperti apa aktivitasnya?
Pantauan detikcom untuk menuju ke desa ini dibutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan dari pusat kota di Blora yang berjarak sekitar 28 km. Lokasi sumur minyak ini ada di area Perhutani yang jalannya berbatu.
Ada banyak titik sumur tua yang masih difungsikan di desa tersebut. Pantauan di dua titik sumur, tampak para penambang masih menggunakan alat-alat sederhana. Satu lokasi sumur dikerjakan oleh dua orang, salah satunya bertugas sebagai operator kendaraan dan satu lagi sebagai asisten. Sumur ini berdiameter sekitar 50 sentimeter.
Di atas sumur para penambang memasang kayu yang disusun berbentuk segitiga untuk mengaitkan katrol. Penambangan sumur tua itu dilakukan dengan cara menarik sling baja yang disambungkan dengan truk diesel.
Kemudian di ujung sling baja itu ada besi panjang berbentuk mirip pensil. Alat ini berfungsi sebagai gayung untuk mengambil minyak dari perut bumi.
Minyak yang diambil dari sumur ini masih harus diproses untuk memisahkan antara minyak dengan air. Oleh warga setempat, cairan dari perut bumi ini disebut latung.
Proses pemisahan air dan minyak ini dilakukan di kolam penampungan. Setelah terpisah, minyak dari sumur tersebut dikirim ke Pertamina.
Terpisah, Direktur Oprasional PT Blora Patra Energi (BPE) Awan Pradiksa mengatakan total ada 205 sumur minyak tua di Desa Ledok. Diketahui PT BPE adalah BUMD milik Pemkab Blora yang melakukan manajemen pengelolaan sumur minyak tua di Blora.
"Dari jumlah itu, 196 sumur tua dikelola oleh Perkumpulan Penambang Minyak Sumur Timba Ledok. Namun yang masih bisa diproduksi atau mengeluarkan minyak tersisa 125 sumur, sedangkan Pertamina hanya mengelola 9 sumur saja," kata Awan saat dihubungi detikcom, Selasa (30/11/2021).
"Sumur-sumur yang dikelola Pertamina berbentuk sumur angguk," sambung.
Dalam sehari sumur-sumur tua itu, rata-rata memproduksi 20 ribu liter. Dia menyebut dalam sebulan bisa mencapai 800 ribu liter.
"Jika setahun rata-rata penghasilan minyak di sumur-sumur tua itu mencapai 9 juta liter," terangnya.
Minyak dari sumur tua itu kemudian disetorkan ke Pertamina. Dari aktivitas pertambangan itu, para penambang memperoleh ongkos angkut, yang saat ini 1 liter dihargai Rp 4.100.
"Harga ongkos angkut yang diberikan saat ini mencapai Rp 4.100 per liter. Dari ongkos angkut itu kemudian dibagi antara penambang, perkumpulan dan PT BPE," ungkapnya.
Awan menjelaskan dari perolehan ongkos angkut itu, para penambang memperoleh pembagian hasil sebesar 77 persen. Perkumpulan penambang memperoleh 17,3 persen, sedangkan PT Blora Patra Energi (BPE) memperoleh 5,7 persen.
Namun, sayangnya dalam kegiatan pertambangan itu banyak pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri. Padahal papan imbauan sudah dipasang di sekitar lokasi.
"Kami menyediakan APD, nanti akan kita tegur dan evaluasi," jelasnya.
(ams/mbr)