Bangunan di Boyolali ini cukup menyita perhatian karena berbentuk sepatu raksasa dan berwarna oranye yang mencolok mata. Bukan tempat pembuatan atau toko sepatu, bangunan unik ini ternyata adalah rumah.
Rumah sepatu tersebut berada di jalan baru, menghubungkan exit gerbang tol Boyolali dengan Alun-alun Lor dan jalur lingkar utara atau jalan Prof Soeharso, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Dari exit tol di Mojosongo, bangunan ini berada di selatan atau kiri jalan. Masuk Dukuh Berdug RT 01/06 Desa Kragilan, Kecamatan Mojosongo.
"Keterkaitan dengan ide pendirian (bangunan) sepatu ini yang jelas kami terinspirasi perjalanan kehidupan kami," kata pemilik rumah sepatu, Dedy Saryawan, saat ditemui di rumahnya tersebut, Senin (29/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bangunan tersebut berlantai dua, bagian bawah berbentuk biasa dan bentuk sepatu raksasa dari beton dibangun di lantai dua, yang didesain sendiri oleh pemiliknya dengan ukuran skala sekitar 1:700.
Dedy menceritakan, pengalaman dalam kehidupan keluarganya yang akhirnya membuatnya membangun rumah berbentuk sepatu bot tersebut. Dia berharap, melalui filosofi sepatu, bisa menjadi pelajaran berharga bagi dirinya maupun masyarakat pada umumnya.
"Itu sekitar tahun 2011, keluarga kami sempat retak dan akhirnya kita bercerai, sehingga saya seakan kehilangan satu kaki kanan saya, dan ini kita bangun kaki sebelah kiri. Ini untuk memberikan pembelajaran bagi khalayak umum biar bisa merawat sepatu itu dengan sebaik-baiknya. Intinya penceraian diperbolehkan, namun monggo lah (silakan) itu bisa dievaluasi kembali. Jangan terburu-buru untuk menyelesaikan suatu permasalahan perceraian," ungkap Dedy yang juga Kepala Desa Kragilan, Kecamatan Mojosongo.
"Di tahun 2014, alhamdulillah seizin Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, kami bisa menemukan kembali sepatu kanan saya yang hilang dan mudah-mudahan nanti sampai kakek-kakek, nenek-nenek," imbuh dia.
![]() |
Menurut dia, banyak sekali filosofi sepatu. Antara lain sepasang sepatu itu jalannya tidak berdekatan namun tujuannya sama.
"Yang kedua, sepatu itu walaupun dimakan usia, bagaimanapun monggo kita saling menjaga, saling menghormati. Karena memang sepatu itu fungsinya untuk melindungi, monggo kita saling melindungi dan intinya dari filosofi sepatu ini harapan kami bisa menjadikan suri teladan berkaitan dengan kebersamaan," ucapnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya...
Di depan bangunan lantai satu, Dedy juga memasang tiga media jenis MMT yang bertuliskan tentang filosofi sepatu. Antara lain bertuliskan 'Mereka saling melengkapi. Seiring sejalan. Kadang ada yang di depan, maka yang di belakang berusaha mengimbangi. Yang di depan juga harus mengalah untuk bisa diikuti', 'Tidak pernah ganti pasangan walau sudah usang dan karena dimakan usia', dan 'Sepatu: (sejalan sampai tua). Filosofi sepatu ini bisa menjadi contoh yang baik bagi arti sebuah kebersamaan dan persaudaraan kita'.
Dedy melanjutkan, di dalam bangunan sepatu raksasa tersebut dia menyediakan fasilitas bagi umat muslim untuk menjalankan ibadah. Masyarakat umum pun bisa mampir ke tempat ini untuk menjalankan salat.
"Tapi ini bukan musala sepatu. Yang jelas di dalamnya kita kasih fasilitas yang bisa untuk menjalankan ibadah bagi umat muslim," ujar Dedy.
Meski dilihat sudah tampak megah, Dedy mengaku pembangunan rumah sepatu raksasa ini belum selesai 100 persen. Masih ada yang belum dibangun, seperti pagar untuk naik ke lantai dua atau tempat bangunan sepatu raksasa.
"Belum selesai 100 persen, ya baru sekitar 80 persen. Listrik dan air belum ada, juga pagar naik ke lantai dua juga belum," ujar Dedy.
Dedy menambahkan, rumah sepatu itu dibangun sejak tahun 2019 lalu dengan biaya sendiri. Untuk lantai satu saat ini masih kosong dan nantinya akan dipakai untuk tempat usaha. Namun usaha apa, dia masih memikirkannya.