Kampung Tulung Magelang, Saksi Bisu Gugurnya 42 Pejuang Kemerdekaan

Kampung Tulung Magelang, Saksi Bisu Gugurnya 42 Pejuang Kemerdekaan

Eko Susanto - detikNews
Rabu, 10 Nov 2021 15:50 WIB
Magelang -

Kampung Tulung, Kota Magelang, Jawa Tengah, menjadi saksi bisu gugurnya 42 orang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan. Terdapat bangunan yang dulunya sebagai dapur umum dan markas Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang hingga kini masih berdiri.

"Rumah ini dulunya kelurahan, tempat markas BKR dan dapur umum. BKR waktu itu dipimpin oleh Kolonel Sarbini, selaku Ketua BKR wilayah Kedu memerintahkan tempat ini dijadikan untuk pusat logistik, markas BKR dan dapur umum," kata Ketua RW 02 Kampung Tulung, Lukito Sari, kepada wartawan di Kampung Tulung, Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Tengah, Rabu (10/11/2021).

Lukito menceritakan, pada 28 Oktober 1945 sekitar pukul 05.00 WIB silam, pertempuran melawan Jepang dimulai. Tentara Kidobutai melakukan penyerangan dari Badaan dengan tembakan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ketika tanggal 28 Oktober 1945 pagi, memulai penyerangan dari Badaan dengan tembakan. Akhirnya pemuda yang ada di Kampung Tulung ini melakukan perlawanan. Perlawanan waktu itu selama sehari penuh sehingga (tentara Kidobutai) terdesak. Kemudian dari dalam gedung mengibarkan bendera putih tanda menyerah," ujarnya.

Kampung Tulung, Kota Magelang, yang dulunya dijadikan Markas BKR dan dapur umum untuk melawan penjajah, Rabu (10/11/2021).Kampung Tulung, Kota Magelang, yang dulunya dijadikan Markas BKR dan dapur umum untuk melawan penjajah, Rabu (10/11/2021). Foto: Eko Susanto/detikcom

Dalam pertempuran tersebut, kata Lukito, ada 42 pejuang yang gugur. Dulunya, para pejuang yang gugur sempat dimakamkan di sekitar Kampung Tulung, tapi kini sudah dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan (TMP).

ADVERTISEMENT

"42 orang (gugur). Semua dipindah, sementara di halaman dan belakang, kemudian dipindah ke TMP," tuturnya.

Lukito menambahkan, rumah yang dijadikan markas BKR dan dapur umum ini dulunya milik Lurah Atmo Pawiro. Sedangkan sekarang ditinggali keluarga Dofian Widarso.

"Rumah ini sekarang ditempati cucu dari Pak Lurah, Atmo Pawiro, kemudian puteranya Suroyo mempunyai anak namanya Windarti. Bu Windarti sudah meninggal, kemudian sekarang ditinggali suami Bu Windarti, Pak Dofian Widarso," tuturnya.

Warga Kampung Tulung berharap pemerintah menjadikan bangunan eks dapur umum dan markas BKR ini bangunan cagar budaya.

"Harapan warga Tulung, mohon kepada pemerintah untuk bisa bagaimana caranya supaya eks dapur umum, eks markas BKR ini dilestarikan sebagai cagar budaya," kata dia.

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

Sementara itu, Ketua RW 01, Robby Boeroenday, menambahkan sejak tahun 2014 warga Kampung Tulung telah mengusulkan tiga hal kepada Pemkot Magelang. Adapun usulan itu, pertama nama Jalan Kusuma Bangsa, kedua status kampung sejarah, dan ketiga dijadikan cagar budaya.

"Kedua, status kampung sejarah sudah ditetapkan dengan SK, namun yang ketiga ini belum disetujui. Jadi sampai saat ini, cagar budaya ini belum ada SK dan masih mengambang," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, Sugeng Priyadi, mengatakan usulan sebagai cagar budaya pertama telah diusulkan masyarakat. Untuk penetapan sebagai cagar budaya harus melalui kajian tim ahli cagar budaya baik dari sisi kawasan maupun bangunan.

"Tim ahli cagar budaya sebenarnya sudah melakukan kajian terhadap bangunan ini, cuma ada beberapa hal terkait cagar budaya. Cagar budaya itu ada dari sisi fisik bangunan dan dari sisi kawasan," kata Sugeng.

"Secara kawasan sudah jelas bahwa kawasan cagar budaya, kalau bangunan sudah jelas tadi diterangkan bahwa dulunya dari kayu, dari bambu, dari papan, kemudian direhab menjadi tembok. Artinya secara bangunan ada perubahan ketika terjadi perubahan itu maka status sebagai cagar budaya dari sisi bangunan menjadi tanda tanya. Itulah yang sampai sekarang menjadi kendala, kenapa ini bangunan belum ditetapkan sebagai cagar budaya," jelasnya.

"Nah ini masih dalam proses nanti ada uji publik, ada komunikasi dengan publik, kalau dari analisis tim ahli sendiri ada mengatakan bahwa ini memang kawasan, kawasan bersejarah, tapi untuk mengatakan ini cagar budaya secara persyaratan tadi ada kendala ada semacam itu," imbuhnya.

Penghuni rumah, Dofian Widarso, mengatakan rumah yang menjadi dapur umum dan markas BKR ini dulunya dari bangunan berupa papan dan bambu, kemudian sekitar tahun 1996 atau 1998 dilakukan renovasi. Kemudian, rumah ini statusnya sudah dijual namun belum dilunasi semuanya.

"Nek urung tak lunasi dienggo sik (Kalau belum dilunasi dipakai dulu). Istri meninggal 2018 (sakit kanker), dari papan sama gedhek (bambu), tapi kulitan, terus renovasi sekitar 1996 atau 1998," kata dia.

Menurutnya, ada juga kursi rotan yang dulunya merupakan peninggalan, namun sudah diganti spon. Kemudian, ada dipan (tempat tidur) yang ada bekas tembakan.

"Ada kursi rotan, dulu diduduki Pak Karno sama Pak Yani, rusak saya jadikan spon. Dipan, ada bekas tembakan Jepang," pungkasnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads