Pemandangan menarik terlihat di sepanjang jalan kampung kawasan Tugu Boto, Desa Klodran, Kecamatan Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah. Tampak ribuan ikan berwarna merah bermunculan di permukaan kolam yang berada di tepi jalan.
Jangan salah, kolam-kolam itu ternyata adalah selokan. Selokan yang dulunya bau dan kotor, kini menjadi tempat budi daya ikan nila yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Gagasan pertama sebetulnya muncul karena banyaknya sampah di selokan tersebut. Warga berinisiatif menyetop pembuangan sampah dengan memelihara ikan di selokan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya sebetulnya warga ingin menangani masalah sampah, karena dulu sampah rumah tangga sampai bangkai hewan itu masuk ke sini, kita lama-lama kesal juga, lalu muncul ide budidaya ikan," kata Danang, salah satu pembudidaya ikan selokan saat dijumpai di kawasan Tugu Boto, Karanganyar, Sabtu (16/10/2021).
Rupanya ide tersebut disambut baik warga setempat. Perlahan-lahan, warga setempat sudah tak lagi membuang sampah di saluran air.
"Lama-kelamaan dengan adanya ikan di selokan ini, orang juga secara sendirinya tidak membuang sampah di saluran air. Tapi dalam perjalanannya memang pernah ada yang tidak suka dengan budi daya ikan ini, sampai
Budi daya ikan di selokan ini berawal pada tahun 2008, dengan melakukan percobaan memelihara ikan di kolam milik kas Desa Klodran. Kini selokan sepanjang sekitar 1 kilometer itu disulap menjadi kolam ikan nila.
"Dulu dimulai dari satu paguyuban, sekarang ada empat paguyuban, sekitar 30 orang yang ikut budi daya ikan," ujarnya.
Perawatan mudah
Mereka sempat memelihara berbagai jenis ikan, seperti nila, lele, hingga gurame. Namun akhirnya nila dipilih karena dirasa paling cocok dibudidayakan di selokan.
Ketua Paguyuban Mina Sari Mulyo, Bambang Agus Warsito, menyebut nila lebih tahan di air mengalir. Biaya pemeliharaannya pun dirasa lebih murah.
"Kalau lele itu biar bagus harus ditambah pakan lain, bukan hanya pelet, tapi lele juga merusak lahan. Makanya kita lebih suka nila, pakannya cuma pelet," ujar Bambang.
Selengkapnya di halaman berikut...
"Dengan adanya ikan di selokan ini, tidak banyak lumpur yang mengendap. Dulu waktu tidak ada ikan, baru sebentar saja sudah banyak lumpur lagi," katanya.
Meski cenderung mudah, ada kalanya mereka menghadapi faktor cuaca ekstrem. Seperti cuaca panas dan hujan yang tidak menentu akan membuat kondisi air tidak stabil hingga membuat ikan mati.
Ilmu budi daya ikan ini kebanyakan mereka pelajari sendiri. Bambang mengaku baru menemukan cara yang tepat setelah tujuh tahun beternak ikan.
Pemerintah Kabupaten Karanganyar pun pernah memberi penyuluhan perikanan kepada warga setempat. Kini warga mampu menjalankan usaha perikanan tersebut dengan stabil.
"Kita lebih banyak otodidak, dulu siang malam kita lihati terus, lama-lama tahu harus bagaimana. Sekarang kita juga sudah bisa menyediakan bibit sendiri, kalau dulu harus beli," ungkap dia.
Tingkatkan perekonomian warga
Tak hanya membuat selokan bersih dari sampah, budi daya ikan ini juga meningkatkan perekonomian warga. Bahkan ada warga yang kini hanya fokus berbisnis ikan setelah budi daya ikan di selokan ini sukses.
Bambang memperkirakan dalam lahan 1 meter kubik bisa diisi sampai 200 ikan. Dalam waktu sekitar 3,5 bulan, dia menghabiskan pakan sekitar Rp 400 ribu.
Sementara itu, ikan dijual dengan harga Rp 27 ribu per kilogram. Setiap panen, ikan-ikan dijual melalui salah satu anggota paguyuban.
"Kalau panen dapatnya bisa Rp 1 jutaan. Jadi laba bersihnya bisa 50 persen lebih. Itu untuk 1 meter kubik saja," kata dia.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (Dispertan PP) Karanganyar, Siti Maesaroh mendorong masyarakat memanfaatkan lahan yang ada untuk melakukan usaha perikanan. Pihaknya telah melakukan penyuluhan dan pendampingan ke desa-desa yang berpotensi untuk membudidayakan ikan.
"Kita punya penyuluh ikan yang masuk ke desa-desa. Kita bina bagaimana pakan yang baik, bibit yang baik. Karena ikan ini panennya juga cepat, 3 bulan sudah menghasilkan," kata Siti Maesaroh.
Selain budi daya ikan di selokan, Karanganyar juga memiliki sejumlah kelompok pembudidaya ikan dengan sistem yang berbeda-beda. Seperti di Kecamatan Kerjo, warga memanfaatkan air pegunungan untuk membudidayakan ikan nila.
"Di Kerjo itu warga membudidayakan ikan memanfaatkan air gunung yang cukup. Di Gondangrejo, warga memanfaatkan lahan terbatas untuk budidaya lele dengan sistem bioflok. Di Klodran memanfaatkan selokan. Sistem ini tentu akan kita duplikasi ke daerah lain yang berpotensi," pungkasnya.