Warga di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, melapor menjadi korban penipuan perekrutan untuk bekerja di Australia. Korban mengaku dimintai sejumlah uang hingga puluhan juta rupiah.
Salah satu pelapor, Sahrul Ali (24), warga Kecamatan Larangan menjelaskan kasus ini terjadi pada pertengahan April 2021. Pria lulusan SMK ini ditawari kerja di sebuah perkebunan di Australia.
Bersama temannya, Sahrul Ali mendaftar di PT Karya Maula Sejahtera (KMS). Di kantor PT KMS, Sahrul Ali dan temannya ditemui oleh staf PT KMS bernama Fatmawati. Korban kemudian diminta membayar uang Rp 70 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mendaftar melalui PT KMS dan ketemu Fatma. Dijanjikan kerja di perkebunan di Australia. Kemudian disuruh bayar Rp 70 juta. Rp 1 juta untuk MCU (medical chek up), Rp 5 juta booking job order, Rp 20 juta job order, Rp 44 juta untuk visa dan paspor," ungkap Sahrul Ali ditemui di Kantor Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Brebes, Selasa (5/10/2021).
Sahrul melanjutkan, pertama dirinya bayar Rp 1 juta, kemudian beberapa minggu setelahnya bayar lagi Rp 5 juta. Untuk melunasi pembayaran biaya administrasi, korban diminta menyerahkan sertifikat kepada staf PT KMS. Untuk kepentingan pelunasan biaya, pihak PT KMS meminta agar Sahrul menggadaikan sertifikat di bank.
"Sertifikat digadai ke bank yang tanda tangan bapak sebagai pemilik. Mau digadai Rp 80 juta tapi cair hanya Rp 64 juta. Saat akan diserahkah ke Yoran, dicegah sama saudara saya yang sengaja datang ke kantor Yoran (pemilik PT KMS, Yoran Ridha Maula). Saudara saya bilang supaya jangan diserahkan dulu karena perusahaan itu belum punya izin. Akhirnya uang dubawa pulang lagi," terangnya.
Sahrul meneruskan, dirinya dijanjikan berangkat bulan Juli atau Agustus 2021. Namun janji tersebut hingga kini tidak terealisasi.
"Setelah melengkapi pembayaran, kami dijanjikan berangkat Juli atau Agustus. Tapi sampai sekarang zonk (tak ada hasilnya). Tidak pernah ada pemberangkatan," sambung Sahrul.
Janji keberangkatan yang terus mundur membuat Sahrul makin curiga. Dia kemudian mendatangi PT KMS untuk menanyakan kepastian soal keberangkatan.
"Saya tanya (ke Yoran) kapan berangkatnya, terus dijawab bulan September akan ada proses pembuatan paspor dan akan berangkat," tandasnya.
Korban lain, Kasori (33) warga Kecamatan Wanasari menuturkan dirinya juga dimintai uang sebesar Rp 6 juta. Kasori juga menyerahkan surat-surat tanah sebagai jaminan.
"Bayar Rp 6 juta kontan dan diminta surat tanah sebagai jaminan. Dijanjikan Juli mau ada pemberangkatan tapi hingga hari ini tidak ada. Sejak saat itu saya baru menyadari menjadi korban penipuan," ujar Kasori.
Selengkapnya di halaman selanjutnya....
Sementara itu, staf PT KMS, Fatmawati (34), juga memperkuat adanya dugaan penipuan. Kecurigaan Fatmawati bermula tindakan pemilik PT KMS Yoran Ridha Maula yang kerap meminta uang kepada calon pekerja migran. Kemudian, sambung Fatmawati, saat ditanya soal izin dan agensi di Australia, dia tidak bisa menjawabnya.
"Curiga banyak yang disembunyikan, misal meminta uang tanpa sepengetahuan staf, termasuk pencairan bank dari sertifikat. Soal perizinan dia bilang sudah aman, tapi saat ditelusuri ternyata tidak ada izinnya. Sebagai orang yang lama terjun di penyalur pekerja migran saya tahu semuanya. Saat itu saya juga tanya nama agensi di Australia, dan dia tidak bisa jawab," beber Fatmawati.
Fatmawati mengisahkan, bertemu Yoran pada April 2021 lalu. Dia diminta mencari calon pekerja migran dengan imbalan Rp 6 juta per orang. Selain itu jika mendapatkan 20 orang akan diberi sepeda motor sebagai bonus.
Sebagai orang yang berpengalaman di bidang perekrutan tenaga kerja migran, Fatmawati berhasil menghimpun 80 orang.
"Saya dijanjikan dapat Rp 6 juta per orang dan akan diberi bonus motor PCX bila bisa merekrut 20 orang. Berarti seharusnya saya sudah dapat uang banyak dan dapat 4 motor," kelakar Fatmawati.
Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Brebes, Warsito Eko Putro, menerangkan PT KMS baru terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Untuk bisa melakukan perekrutan, masih banyak yang harus dilengkapi, yakni terdaftar di Kementerian Tenaga Kerja dan syarat-syarat lainnya.
"Jadi kami melakukan review terhadap perusahaan tersebut, tapi ternyata di daftar kami belum masuk di daftar Kementerian Tenaga Kerja. Memang betul sudah mendaftar di Kementerian Hukum dan HAM, namun di Kementerian Tenaga Kerja belum masuk dan harus memenuhi syarat sesuai regulasi di Kemenaker," ungkapnya.
Warsito menambahkan, pihaknya telah melakukan upaya preventif agar para korban tidak menderita kerugian yang besar. Langkah yang sudah ditempuh antara lain meminta surat-surat berharga yang dijadikan jaminan dan dikembalikan ke pemiliknya.
"Langkah-langkah kita terkait masalah ini kita inventaris dulu korban korbannya dan menyelamatkan surat-surat penting yang diminta sebagai jaminan seperti sertifikat dan lain-lain," ucapnya.
Selanjutnya, pendataan sementara korban sebanyak 105 orang...
Sesuai pendataan, jumlah korban yang tercatat sebanyak 105 orang. Namun demikian, kata Eko, masih banyak yang belum melaporkan ke kantornya.
"Korban yang terdata di kita ada 105 orang tapi sebenarnya lebih dari itu," imbuh Warsito.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Brebes AKP Hadi Handoko mengatakan bahwa para korban telah melapor ke polisi.
"Hari ini kami menerima laporan dari beberapa calon pekerja yang merasa tertipu. Laporan akan segera ditindaklanjuti. Polisi segera melakukan penyelidikan," kata Hadi.
Sementara itu, Yoran Ridha Maula melalui penasihat hukumnya, Imam Bahaudin, mengatakan akan membuktikan kliennya tidak bersalah dalam masalah ini.
"Melaporkan itu adalah hak setiap WNI, dan berkaitan dengan laporan dugaan penipuan calon tenaga migran terhadap klien kami, kami akan mengikuti proses hukum saja. Nanti akan kami buktikan bahwa klien kami tidak melakukan penipuan apa yang mereka laporkan. Kami menunggu surat panggilan saja dari pihak kepolisian, nanti akan kami buka kronologisnya ketika klien kami di BAP," kata Imam saat dihubungi via telepon.