Warga di Kelurahan Panjang Wetan, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, selalu heran. Tanah permukiman yang ditempati seakan-akan amblas karena selalu berada di bawah permukaan air sungai maupun air laut.
Padahal, upaya meninggikan tanah dan lantai rumah telah dilakukan oleh warga. Tidak hanya satu kali saja, beberapa kali upaya itu dilakukan warga agar air tidak masuk ke rumah.
Rata-rata warga sudah tiga kali meninggikan tanah hingga total sekitar 1,7 meter sejak tahun 2010 silam. Namun, tetap saja permukaan air sungai masih saja tinggi dibandingkan dengan tanah di permukiman. Akibatnya, air rob yang masuk ke sungai melimpas ke permukiman setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya lahir di sini, sebelumnya tidak seperti ini. Dulu, air sungai lebih rendah dari tanah pemukiman sini. Tapi saat ini, air sungai seperti semakin tinggi. Tanggul telah dibuat, tetap saja air sungai melimpas masuk ke pemukiman," kata warga RW 06, Kelurahan Panjang Wetan, Subagyo (56), saat ditemui detikcom di rumahnya, Sabtu (7/8/2021).
Rumah Subagyo persis di sisi barat Sungai Loji, berjarak sekitar 8 meter. Sedangkan dari bibir pantai, berjarak sekitar 1 kilometer.
Menurutnya, permukiman setempat mulai terjadi kasus banjir rob sejak tahun 2005 lalu namun belum begitu parah. Air rob dari laut masuk ke sungai dan melimpas ke permukiman akibat sungai tidak lagi bisa menampung debit air.
"Namun, kian tahun ke sini, semakin parah, walaupun tanah pemukiman warga sudah ditinggikan," ungkapnya.
![]() |
Berbagai upaya warga telah dilakukan termasuk meninggikan lantai rumahnya. Sementara itu, pemerintah juga membuatkan tanggul di sepanjang bantaran sungai setempat dan juga meninggikan jalan-jalan di permukiman.
"Tanggul sudah dibuat. Jalan juga sudah ditinggikan dua kali. Kami juga sudah meninggikan lantai. Soalnya, kalau lantai tanah tidak ditinggikan, air akan terjebak di dalam rumah karena jalan sudah tinggi," katanya.
"Lantai tanah rumah saya saja, sudah saya tinggikan bertahap. Tiga kali. Saat ini total sudah lebih tinggi 1,7 meter, dari semulanya. Lihat saja, rumah saya jadi seperti pendek," ucap Subagyo.
Subagyo menunjukkan kondisi lantai rumahnya saat ini yang jauh di bawah permukaan sungai setempat.
Selengkapnya di halaman selanjutnya...
Simak Video: Blak-blakan Dr Heri Andreas, Pekalongan & Semarang Lebih Dulu Tenggelam
"Kalau tidak ada tanggul, tetap saja rumah saya terendam. Lihat saja jika ditarik garis lurus permukaan sungai, segini (lutut dewasa)," kata Subagyo.
Namun, upaya meninggikan lantai rumah di permukiman warga Panjang Wetan ini tidak dibarengi dengan meninggikan atap rumah. Akibatnya, bangunan rumah di permukiman ini rata-rata tampak pendek.
Rumah kian pendek saat warga meninggikan lantai. Orang yang masuk ke rumah harus menundukkan badan agar kepala tidak membentur ke kerangka pintu.
Demikian juga kondisi di dalam rumah. Semula, rata-rata jarak atap rumah ke lantai sekitar 3-4 meter, kini hanya 2 meter. Bahkan, orang dewasa dengan mudah menyentuh atap rumah tanpa harus dibantu anak tangga.
"Kalau dibilang bosan meninggikan lantai tanah, ya bosan. Tapi mau apa lagi kita mampunya seperti ini. Bagi warga yang mampu ya beli rumah di daerah lain. Lihat ada banyak rumah yang kosong bertahun-tahun ditinggalkan pemiliknya. Saya mampunya bertahan mau apalagi," ujarnya.
![]() |
Dijelaskan Subagyo, air rob kerap terjadi dan mulai parah pada tahun 2010.
"Mulai tahun 2010, air rob menjadi langganan. Saat ini hampir terjadi setiap kali," ucapnya.
Beruntung, pihak pemerintah menyediakan pompa air di setiap RT.
"Pompa ini setiap hari bekerja. Soalnya, tanggul juga mulai merembes, setiap beberapa jam kalau tidak disedot ya tergenang. Air di sedot pompa ke sungai," kata Subagyo.
Warga Panjang Wetan lainnya, Supardi (63), mengaku penasaran atas apa yang terjadi di rumahnya.
"Saya mulai tinggal di sini, tahun 2009. Yang asli sini istri saya. Selama tinggal di sini, kami sudah meninggikan lantai dua kali. Semakin pendek rumahnya," kata Supardi saat ditemui detikcom.
Menurutnya, pompa air yang diberikan Pemkot ke masing-masing RT saat ini tidak saja berfungsi untuk menyedot air rob, melankan juga menyedot air limbah rumah tangga karena memang air limbah rumah tangga tidak bisa ke mana-mana lagi.
"Pompa terus berjalan. Tidak saja untuk menyedot air rob yang masuk, tapi juga menyedot air limbah rumah tangga juga, disedot dan diarahkan ke sungai. Ini saja tanggul sungai mulai bocor sedikit. Jadi pompa terus bekerja. Saya tidak tahu kalau pompa rusak, ya setiap hari banjir," katanya.
Ia heran, setiap kali lantainya ditinggikan, tiap kali pula permukaan air sungai ikut tinggi.
"Ya seperti balapan, semakin kita meninggikan, permukaan sungai kok semakin tinggi. Apa tanahnya yang ambles apa airnya sungai yang semakin tinggi ya," tanyanya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya...
Dalam pantauan detikcom, permukiman di wilayah Pekalongan Utara memang bangunan rumahnya tampak pendek-pendek. Sebagian kecil rumah sudah tidak terawat karena ditinggal pemiliknya. Bahkan tanah kosong yang dulu tampak dan dijadikan tempat bermain anak-anak kini terendam air.
Ketua RW 10, Pasirsari, Panjang, Dani, menjelaskan, ia mulai tinggal di Pasirsari pada tahun 2010.
"Rumah saya memang, buka pintu langsung laut. Ya berjarak 5 meter, hanya dibatasi jalan dan tanggul," kata Dani kepada detikcom.
Dulu, menurutnya, anak-anak bisa bermain di pantai. Karena pantai masih ada tanah lapang yang berpasir.
"Saat ini tidak ada. Setelah tanggul itu, ya air lautan. Saat ini anak-anak kalau bermain ya di jalan-jalan yang sudah ditinggikan oleh pemerintah," katanya.
Apalagi jika ada angin besar, ombak akan melimpas ke permukiman walaupun sudah ada tanggul setinggi 1,5 hingga 2 meter.
"Terparah mulai dirasakan 5 tahun belakang ini ya. Kalau dulu, ada rob tapi tidak signifikan. Tapi kalau belakangan ini, ya besar rob bisa berhari-hari," kata Dani yang juga tenaga relawan bencana alam.
![]() |
Menurutnya, rata-rata ketinggian lantai rumah warga setempat masih di bawah tanggul sehingga air limpasan akan terjebak ke permukiman. Ia mengakui, permukaan air laut memang lebih tinggi dari tanah permukiman. Beruntung ada tanggul.
"Tinggi tanggul saja dengan lantai rumah-rumah warga, jauh. Lebih tinggi tanggul. Jadi kalau ada hembasan air laut, lebih-lebih ombak besar dan angin besar, ya air masuk ke sini," ungkapnya.
Ia merasakan banjir terparah pada bulan Januari-Februari kemarin. Selain banjir akibat hujan, juga bercampur air rob.
"Yang kami rasakan itu banjir kemarin ya, sebulan lebih. Paling parah dan lama. Kalau banjir, jelas banjir tapi tidak separah kemarin," katanya.
"Yang penting pompanya. Kalau rusak, ya bisa banjirnya lama," imbuhnya.