Sejumlah warga Pedukuhan Ngablak, Kalurahan Sitimulyo, Kapanewon Piyungan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tepatnya di sekitar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan menolak perluasan di sisi barat TPST. Alasannya ada permukiman di sisi barat TPST Piyungan tersebut.
Rencana perluasan sisi barat TPST itu diketahui warga usai pertemuan dengan perwakilan Pemda DIY di Balai Kalurahan Sitimulyo. Dalam pertemuan itu berlangsung dua kali karena warga tetap menolak perluasan di sisi barat TPST Piyungan.
"Dua bulan lalu sudah mediasi sama kalurahan dan kalurahan didampingi provinsi, katanya mau buat pengolahan sampah untuk itu perlu perluasan TPST dan memilih di barat TPST. Tapi saat itu kami menolak dan sampai dua kali pertemuan di kalurahan kami tetap menolak," kata tokoh masyarakat Pedukuhan Ngablak, Maryono, saat ditemui di depan TPST Piyungan, Bantul, Selasa (18/5/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maryono menyebut Padukuhan Ngablak terdiri dari 5 RT, di mana tiga di antaranya terdampak langsung dengan perluasan TPST Piyungan ini. Sebab, ketiga RT itu berada di sisi barat TPST Piyungan.
"RT 1 dan 2 di atas, RT 3, 4, 5 di bawah. Jadi yang terdampak itu ada 3 yakni RT 3, 4 dan 5 dan itu kira-kira 180 KK. Padahal sebelah barat itu banyak untuk permukiman dan tempat buang sampah harus jauh dari permukiman," ucapnya.
Maryono menyebut dalam pertemuan dengan pihak Kalurahan Sitimulyo dan Pemda DIY, dijelaskan soal dibutuhkan lahan seluas 6 hektare untuk rencana perluasan TPST Piyungan ini. Dari 6 hektare itu, sudah ada 2,5 hektare yang berhasil dinegosiasi oleh makelar tanah untuk dijual ke Pemda DIY.
"Alasan lain kami menolak juga karena itu lahan hijau, kan harusnya untuk bercocok tanam. Terus di sisi timur ini sudah dilelang 5 hektare tapi belum digunakan. Nah ini kok malah mau pakai lahan yang baru ini (sisi barat TPST)," katanya.
"Dan ini mau digusur rencananya, terus mau pindah ke mana kalau kita digusur? Intinya kalau untuk pabrik, pengolahan sampah di sisi barat kita menolak. Tapi kalau mau di sebelah timur TPST sangat dipersilakan," imbuh Maryono.
Dia mengaku khawatir dengan rencana perluasan penampungan sampah seluas 6 hektare tersebut. Sebab akan ada masalah limbah, bau, hingga meningkatnya gas metana di lingkungan warga.
"Ke depannya kami mau ke kalurahan lagi untuk mediasi, kalau tidak ada titik temu mau ke dewan (DPRD) dan kalau masih buntu kami mau maju ke tingkat gubernur," ucapnya.
Di lokasi yang sama, salah seorang warga yang tanahnya sudah ditawar makelar, Murdani, mengaku sudah deal namun belum mendapatkan bayaran. Dia mengaku didatangi makelar tanah sekitar 6 bulan yang lalu.
"Saya didatangi makelar (tanah) itu 6 bulan yang lalu, terus punya saya pernah ditawar Rp 400 juta, karena luasannya sekitar 1.000 meter persegi. Saya sudah tanda tangan, tapi uangnya belum saya dapat," ujarnya.
Selanjutnya kata Lurah Sitimulyo soal hasil mediasi hingga rencana penjualan tanah di sisi barat TPST Piyungan...
Tonton juga Video: Sampah yang Menumpuk di Kota Yogyakarta Mulai Dibersihkan
Terpisah, Lurah Sitimulyo, Juweni, membenarkan jika pihaknya telah menggelar mediasi antara warga Pedukuhan Ngablak dengan Pemda DIY. Dia menyebut lahan TPST Piyungan saat ini sudah kelebihan kapasitas sampah sehingga Pemda DIY ingin membuat tempat pengolahan sampah.
"Jadi ini pengadaan (perluasan TPST Piyungan) yang kedua, dan maksudnya warga pengadaan kedua ini di sampingnya pengadaan yang pertama. Tapi dari provinsi tetap menghendaki yang dari barat," ucap Juweni saat dimintai konfirmasi siang ini.
Juweni menyebut tidak ada paksaan kepada warga agar menjual tanahnya untuk lokasi pengolahan sampah di TPST Piyungan.
"Nah, saya selaku Lurah melakukan mediasi, wong katanya nanti yang tidak boleh (tanahnya dijual) tidak apa-apa, yang dibeli yang boleh (dijual warga) saja," ujar Juweni.
![]() |
Juweni menuturkan ada sekitar puluhan KK yang terdampak perluasan lahan TPST Piyungan ini. Selain itu, dia mengaku sudah mendengar ada warga yang sudah bernegosiasi dengan makelar tanah.
"Ya hanya sekitaran TPST mungkin sekitar 50 KK (yang terdampak). Kalau yang dibeli paling sekitar 3-4 (titik)," ucapnya.
"Karena total perluasan kedua ini membutuhkan 5-6 hektare dan kalau tidak cukup mau menyewa tanah Kalurahan sekitar 1 hektare. Tapi kalau tanah kas desa tidak boleh dijual, saya hanya memperbolehkan mereka untuk sewa saja," sambung Juweni.