RS di Banyumas Digugat Rp 5 M Gegara Pemakaman COVID-19 Mulai Disidangkan

RS di Banyumas Digugat Rp 5 M Gegara Pemakaman COVID-19 Mulai Disidangkan

Arbi Anugrah - detikNews
Rabu, 20 Jan 2021 16:42 WIB
Sidang perdana gugatan warga Banyumas terkait pemakaman protokol COVID-19 di PN Purwokerto, Rabu (20/1/2021).
Sidang perdana gugatan warga Banyumas terkait pemakaman protokol COVID-19 di PN Purwokerto, Rabu (20/1/2021). (Foto: Arbi Anugrah/detikcom)
Banyumas -

Kasus seorang warga Kabupaten Banyumas, Hanta Novianto, yang dimakamkan menggunakan protokol COVID-19 oleh Rumah Sakit (RS) Dadi Keluarga Purwokerto memasuki sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto. Pihak RS digugat senilai Rp 5 miliar ke pengadilan oleh pihak keluarga setelah mengetahui Hanta negatif virus Corona.

Dalam sidang gugatan tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Vilia Sari dan Hakim Anggota Rahma Sari Nilam Panggabean serta Arief Yudiarto. Selain itu dihadiri oleh pihak penggugat dan tergugat serta para kuasa hukumnya.

Dari tiga pihak yang digugat, hanya dua pihak yang hadir, yakni Rumah Sakit Dadi Keluarga dan Dinas Penanaman Modal Kabupaten Banyumas. Sedangkan pihak Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dari Jakarta tidak hadir. Hakim sempat membuka sidang dan memeriksa sejumlah berkas sebelum akhirnya menunda sidang pada 10 Februari 2021.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hadir kembali pada persidangan tersebut hari Rabu tanggal 10 Februari 2021, sambil menunggu KARS dari Jakarta," kata Hakim Vilia dalam sidang di PN Purwokerto, Rabu (20/1/2021).

Sementara itu istri Hanta, Ayong Karsiwen, menceritakan kejadian tersebut berawal saat suaminya masuk ke Rumah Sakit Dadi Keluarga Purwokerto pada tanggal 26 April 2020 dan dirawat sekitar dua hari tiga malam karena sakit paru-paru. Dia dan anak pertamanya, Andri Handoyo, bergantian menjaga Hanta di rumah sakit.

ADVERTISEMENT

"Sebelum masuk rumah sakit, dia (suami) lagi berobat di BP4 rumah sakit paru-paru, di sana bapak divonis TBC. Lagi kontrol jalan, Senin besok (27 April 2020) kontrol, hari Minggunya (26 April 2020) jatuh, terus saya bawa ke rumah sakit," kata Ayong saat di temui di PN Purwokerto.

Istri pasien yang dimakamkan protokol COVID-19 menggugat pihak rumah sakit Rp 5 miliar di PN Purwokerto, Rabu (21/1/2021).Istri pasien yang dimakamkan protokol COVID-19 menggugat pihak rumah sakit Rp 5 miliar di PN Purwokerto, Rabu (21/1/2021). (Foto: Arbi Anugrah/detikcom)

Dia mengatakan bahwa kondisi Hanta saat itu tidak sadar, tapi bisa memberikan respons melalui matanya dengan digerak-gerakan. Selama berada di rumah sakit tersebut, dia mengatakan bahwa suaminya tidak menjalani tes rapid maupun pengecekan. Namun, lanjut Ayong, setelah meninggal, suaminya divonis positif virus Corona oleh dokter.

"Tanggal 28 dikasih dua pilihan sama dokter paru sama dokter syaraf, kita mau bertahan di rumah sakit tapi tidak boleh ke mana-mana, atau mau pulang tapi mandi dulu, kebetulan waktu itu Corona sedang meledak-meledaknya. Karena ini ruangan sudah disterilkan semua dan pasien disuruh pergi semua tinggal suami saya. Kalau saya di sini gimana dan kalau saya pulang gimana, saya balik nanya, terus saya disuruh tanda tangan dulu kalau bapak positif. Makanya saya pilih pulang, karena bapak mau dipindahkan ke Margono katanya," jelas Ayong.

Setelah dirinya pulang, jeda sekitar dua jam kemudian, dirinya mendapat kabar dari rumah sakit jika suaminya telah meninggal dan akan dimakamkan menggunakan prosedur pemakaman sesuai protokol COVID-19.

"Setelah pulang, di rumah sekitar dua jam dikabarin meninggal, bisa dibawa pulang dengan protokol kesehatan," jelasnya.

Setelah penguburan, lanjut dia, empat hari kemudian Ayong dan anaknya Andri di-rapid oleh Puskesmas setempat, setelah Satgas COVID-19 mengetahui jika ada anggota keluarganya yang meninggal. Hasilnya, keduanya dinyatakan negatif. Namun, surat keterangan negatif COVID-19 sang suami dari rumah sakit baru keluar dengan jeda waktu sekitar 6-7 bulan kemudian.

"Dahulu itu efek saat di-COVID-kan, dikucilkan sama lingkungan. Kalau cerita sedih, dikucilkan dan diusir secara halus oleh tetangga sekitar, tarub (rumah duka) aja suruh dicopot. Kalau boleh pilih saya pilih ikut bapak. Sekarang saya kadang ke rumah anak, karena di rumah dahulu hanya saya sama bapak," ucapnya.

Selanjutnya, penjelasan kuasa hukum penggugat dan pihak RS...

Kuasa hukum Ayong, Dwi Amilono, menambahkan bahwa pihaknya sudah mengumpulkan alat bukti termasuk yang dipertanyakan adalah korban atau pasien yang dikatakan terkena COVID-19. Namun, dia mempertanyakan mengapa dua orang yang menjaga pasien saat di rumah sakit dibebaskan dan tidak di-swab.

"Itu yang jadi pertanyaan, cuma diminta pulang. Kalau sekarang (saat ini) langsung di-swab dan dijemput untuk menjaga penyebaran, dan berdua ini tidak di-swab sama sekali, karena mereka yang merawat. Artinya kalau kena, mereka ya kena. Kalau alasannya protokol, kedua keluarganya ini harusnya di-swab, karena ikut menjaga," ujarnya.

Sedangkan menurut Direktur Rumah Sakit Dadi Keluarga Purwokerto, Listya Tanjung, saat diwawancarai usai persidangan mengatakan bahwa apa yang telah dilakukan oleh pihak Rumah Sakit Dadi Keluarga Purwokerto kepada pasien tersebut telah sesuai dengan pedoman protokol kesehatan Kementerian Kesehatan. Pasalnya saat dilakukan pemeriksaan medis, pasien masuk pasien dalam pengawasan (PDP).

"Intinya yang telah dilakukan rumah sakit kepada pasien tersebut sudah dilakukan pemeriksaan medis secara menyeluruh dengan hasil kesimpulan pasien PDP. Otomatis ketika PDP, semua protokol kesehatan. Kita memegang pada alur yang sudah diterapkan di dalam rumah sakit dengan pedoman pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi COVID-19 yang ada dari Kementerian Kesehatan," jelas Listya.

Bahkan, lanjut dia, selain sudah sesuai dengan alur yang diterapkan, pihaknya juga mendapatkan support dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dan Pemerintah Kabupaten Banyumas.

"Kalau dari kami sudah sesuai alur, dan di-support oleh Dinas Kesehatan dan pemerintah terkait, dan tidak mengindahkan penyakit yang lain, (atau) mengabaikan penyakit yang lain. Karena sejak awal pasien tersebut sudah kami periksa dengan lengkap," lanjut dia.

Terkait surat pemberitahuan hasil COVID-19 yang baru diterima oleh pihak keluarga pada bulan Oktober 2020, sedangkan pasien meninggal pada bulan April 2020, pihaknya mengungkapkan sesuai prosedur yang ada di rumah sakit. Dia menjelaskan, semua pasien harus menyertakan surat permintaan untuk dapat mengambil hasil dan informasi tersebut sudah dilakukan pada bulan Mei 2020.

"Di alur rumah sakit kami, semua pasien, baik COVID maupun non-COVID, apalagi COVID harus ada surat permintaan dari keluarga, apabila tidak ada permintaan dari keluarga, kita tidak akan mengeluarkan surat tersebut, karena kita instansi, jadi harus mengeluarkan surat secara resmi yang diminta oleh pihak keluarga atau ahli waris. Itu berlaku ke semua pasien," jelasnya.

"Tapi kami sudah menginformasikan kepada keluarga pada tanggal 6 Mei 2020. Jadi sebelumnya sudah menginformasikan kepada pihak keluarga, kalau beliau itu negatif, jadi sudah ada pemberitahuan sebelumnya," ungkap dia.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads