Mahasiswa Pelapor Rektor Unnes ke KPK Dipulangkan, Dituding Ikut OPM

Round-Up

Mahasiswa Pelapor Rektor Unnes ke KPK Dipulangkan, Dituding Ikut OPM

Angling Adhitya Purbaya - detikNews
Rabu, 18 Nov 2020 08:54 WIB
Unnes, Semarang, Kamis (12/7/2018).
Kampus Unnes Semarang (Foto: Dok Humas Unnes)
Semarang -

Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) mengembalikan seorang mahasiswanya, Frans Josua Napitu ke orang tua. Salah satu alasannya yaitu dugaan keterlibatan simpatisan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Dalam surat Dekan bernomor T/7658/UN37.1.8/KM/2020 itu disampaikan beberapa hal yaitu Terkait pembinaan yang sudah dilakukan, kemudian nasihat kepada Frans soal dugaan keterlibatan dengan simpatisan OPM, dan upaya pemberitahuan kepada orangtua yang tidak mendapat tanggapan.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes), Rodiyah menjelaskan, pembinaan kepada Frans sudah dilakukan cukup lama oleh pihak kampus. Jauh sebelum Frans melaporkan rektornya ke KPK pekan lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sejak 5 Juni 2018 kami sudah lakukan pembinaan kepada yang bersangkutan saat itu terkait pelanggaran etika dan tata tertib, undangan tertulis klarifikasi aksi penolakan uang pangkal dan seterusnya dan terakhir 8 Juli 2020 klarifikasi aksi 25 Juni 2020 posisi yang bersangkutan sebagai juru orator, lalu klarifikasi data di FB atas foto tanggal 21 Juni 2020 dengan tagar #papualivesmatter, foto bertulis bebaskan tapol di seluruh Indonesia lalu pernyataan diakhiri pernyataan Frans Napitu," kata Rodiyah, Senin (16/11).

Tanggal 8 Juli 2020, Frans menandatangani penyataan yang intinya tidak akan melakukan gerakan provokatif yang bertentangan dengan NKRI dan juga menjaga nama baik kampus.

ADVERTISEMENT

"Kami memang melakukan pembinaan sangat lama. Secara dokumen sejak Juni 2018 sampai sekarang dan diakhiri dengan tanda tangan saudara Frans Napitu. Kemudian ada yang kemarin (soal pelaporan Frans ke KPK terkait dugaan korupsi rektor), " jelasnya.

Rodiyah juga menjelaskan yang disuarakan Frans dan bisa berpengaruh buruk pada reputasi kampus selama ini tidak terbukti dan ia menyayangkan kemudian muncul lagi pelaporan ke KPK.

"Yang sudah dilakukan sampai terakhir dengan merugikan reputasi Unnes, ironinya tidak ada yang terbukti. Baik soal tuduhan plagiasi Rektor, Rektor melindas, Rektor represif, tidak terbukti," katanya.

Terkait pengembalian Frans ke orang tua, Rodiyah menjelaskan itu termasuk pembinaan karena sudah melanggar pernyataan sikap, bukan sanksi atau pencabutan status kemahasiswaan. Pembinaan oleh orangtua dilakukan 6 bulan dan kemudian dilihat hasilnya untuk kemudian diproses ke dewan etik universitas.

Lihat juga video ''Perlawanan' Dosen Unnes yang Di-skors karena Postingan soal Jokowi':

[Gambas:Video 20detik]






Halaman selanjutnya: Frans menyebut tuduhan itu tak berdasar...

Sementara itu Frans mengaku kecewa dengan surat keputusan tersebut dan akan menghadapinya

"Saya kecewa atas keputusan universitas yang dikeluarkan Dekan. Tapi saya akan hadapi dengan gembira dan bahagia," kata Frans lewat sambungan telepon, Selasa (17/11/2020).

Soal tuduhan dugaan keterlibatan dengan simpatisan OPM ia menilai itu tidak berdasar. Ia mengakui pernah ikut aksi rasisme dimana warga Papua mendapatkan perlakuan rasis.

"Tuduhan tanpa dasar, bias dampaknya. Memang pernah aksi menolak rasisme. Tidak hanya dengan temen-temen Papua, tapi organisasi sipil, dari BEM. Bersama menolak rasisme terhadap teman Papua. Tanpa dasar dikaitkan atau diklaim sebagai simpatisan OPM padahal tidak punya keterkaitan dan apa itu OPM dan apa aktifitasnya," jelas mahasiswa semester 9 itu.

Ia juga tidak membantah memang menulis tagar #papualivesmatter dalam media sosialnya yang menjadi pertimbangan surat itu keluar. Ia kembali menegaskan tagar itu untuk menyuarakan melawan tindakan rasis, sama ketika tagar #blacklivesmatter viral di dunia.

"Papualivesmatter itu tagar menyuarakan penolakan rasisme. Itu trending waktu itu pasca pembunuhan George Floyd di Amerika yang kulit hitam, di dunia kan #blacklivesmatter. Tidak usah terlalu jauh ternyata di negara sendiri rasisme masih terus terjadi," ujar Frans.

"Saya tidak terima saudara sesama manusia dari Papua dikatakan monyet. Tidak terima mereka dianggap bukan sebagai manusia seperti kita biasanya," imbuhnya.

Halaman 2 dari 2
(alg/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads