Kagama Ungkap Mahasiswa Filsafat UGM Jadi Korban Doxing Terkait Demo

Kagama Ungkap Mahasiswa Filsafat UGM Jadi Korban Doxing Terkait Demo

Pradito Rida Pertana - detikNews
Kamis, 22 Okt 2020 14:38 WIB
Universitas Gadjah Mada (UGM).
Universitas Gadjah Mada (UGM). (Dok Humas UGM)
Yogyakarta -

Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Komisariat Fakultas Filsafat mengungkap salah seorang mahasiswa Filsafat UGM menjadi korban doxing terkait demo tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di Yogyakarta pada 8 Oktober 2020. Tuduhan pada mahasiswa tersebut beredar di media sosial tanpa dilandasi bukti.

Ketua Umum Kagama Komisariat Filsafat Achmad Charris Zubair mengecam tuduhan tanpa bukti, pembunuhan karakter beserta doxing yang ditujukan terhadap mahasiswa yang bernama Azhar Jusardi Putra itu.

"Meminta aparat keamanan untuk memberikan jaminan keamanan dan keselamatan atas Azhar Jusardi Putra dan keluarganya," kata Charris melalui keterangan tertulis yang diterima detikcom, Kamis (22/10/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pihaknya juga mendukung aparat keamanan untuk mengusut tuntas peristiwa kerusuhan di Malioboro pada tanggal 8 Oktober 2020 secara objektif, transparan dan adil. Kagama Filsafat UGM juga mengajak sesama masyarakat, terutama warganet, untuk bijaksana menyikapi tuduhan dan stigmatisasi tidak bertanggung jawab atas Azhar Jusardi Putra, juga menahan diri dari ikut menuduh dan memojokkan yang bersangkutan beserta keluarganya.

"Mengajak masyarakat Indonesia pada umumnya dan warga Yogyakarta pada khususnya untuk bersama-sama menjaga solidaritas sosial, kedamaian, keamanan serta bijak dalam memilah dan merespons informasi yang diterima," katanya.

ADVERTISEMENT

Menyoal penyebab munculnya pernyataan tersebut, lanjutnya, beberapa waktu belakangan, beredar konten yang berisi tuduhan terhadap seorang mahasiswa Fakultas Filsafat UGM sebagai aktor penggerak demo rusuh di Yogyakarta pada hari Kamis, 8 Oktober 2020.

Selain beredar melalui aplikasi pesan seperti WhatsApp, konten ini juga ditayangkan secara provokatif melalui akun media sosial seperti akun Instagram @sewordofficial_, akun Twitter @demoanarki dan @NCI4NKRI.

"Penyebaran konten tersebut secara vulgar menyebutkan nama lengkap, fakultas dan angkatan kuliah, Nomor Induk Mahasiswa, daerah asal, foto wajah serta dorongan untuk mengambil sikap keras atas yang bersangkutan," ujarnya.

Tanpa terelakkan, konten dalam bentuk foto, video dan data diri ini menimbulkan keresahan terutama di kalangan warga DIY dan juga di daerah asalnya. Bahkan, di dunia maya, muncul serangan respons negatif, bahkan ancaman keselamatan jiwa, baik di akun-akun yang telah disebutkan tersebut maupun akun media sosial pribadi yang bersangkutan.

"Serangan-serangan semacam ini juga telah diarahkan terhadap keluarganya," ujarnya.

"Karena itu, kami mengecam jika penyampaian sikap politik akhirnya menimbulkan kekacauan dan kerusuhan sosial. Banyak hal yang tidak jelas dari kerusuhan tanggal 8 Oktober 2020 kemarin, pihak-pihak saling menuding dan berkelit serta membawa argumen dan pembenarannya masing-masing," katanya.

Kekacauan dan kerusuhan sosial tersebut, kata Charris, adalah hal lain yang harus diusut tuntas sampai ke akar-akarnya, termasuk dalangnya. Menurutnya, pembiaran terhadap kerusuhan kemarin akan menjadi ladang semai bagi rumor, fitnah dan keresahan yang berpotensi menjadi konflik sosial di antara warga sendiri.

Dia menilai menyampaikan sikap politik, apapun substansi sikap tersebut, terlepas setuju atau tidak, harus diberi tempat untuk disuarakan, diapresiasi, dilindungi, tidak boleh dihalang-halangi, dan tidak boleh distigma secara negatif.

"Kami dapati pula bahwa selain sebagai dalang kerusuhan, yang bersangkutan mendapatkan stigma berupa tuduhan ateis, marxis dan anti-Pancasila," ujarnya.

Masih dalam keterangan tertulis yang sama, disampaikan bahwa stigma ini, paling tidak, telah disebarkan oleh akun Twitter @NCI4NKRI melalui informasi yang diambil secara serampangan dari media sosial Azhar. Tuduhan tanpa bukti dan stigmatisasi ini disebutnya sebagai bagian dari pembunuhan karakter yang mencerminkan pola-pola pembungkaman aspirasi dan suara kritis.

"Belum lagi tuduhan serampangan ini ikut pula menyeret Lembaga Studi Filsafat "Cogito", sebuah badan kegiatan mahasiswa yang terdaftar di Fakultas Filsafat UGM, ke dalam stigma itu," ucapnya.

Diwawancarai terpisah, Kabag Humas dan Protokoler UGM, Iva Ariani, menyampaikan pihak kampus siap membantu mahasiswanya tersebut.

"UGM siap membantu dan support kenyamanan dan keamanan mahasiswa dalam melaksanakan aktivitas di kampus," kata Iva Ariani melalui pesan singkat kepada detikcom siang ini.

"Dan UGM siap support membantu dan melindungi mahasiswa jika memang diperlukan," lanjutnya.

Halaman 2 dari 2
(sip/rih)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads