Prabowo Subianto kembali mendapatkan visa dan diundang ke Amerika Serikat (AS) selaku Menteri Pertahanan (Menhan) RI. Pakar Hubungan Internasional (HI) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Agung Satyawan, menilai hal tersebut memberi keuntungan atau manfaat bagi Indonesia dan AS.
"Dalam hal hubungan antarnegara, tidak ada musuh abadi. Yang abadi kepentingan. Apa susahnya mengundang Pak Prabowo jika memang punya kepentingan?" kata Agung saat dihubungi detikcom, Kamis (15/10/2020).
"Jika dulu dicekal karena dianggap melakukan pelanggaran HAM dan sebagainya, tapi sekarang diberi lampu hijau. Artinya ada perubahan politik di internal sehingga Prabowo diperbolehkan masuk," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Agung, hal ini merupakan keuntungan untuk kedua negara. Terutama keuntungan Amerika dalam rangka menghadapi China.
"Amerika berkepentingan agar jangan sampai Indonesia terkooptasi oleh China. Sehingga sekarang membuka peluang ke Indonesia. Kebetulan yang in charge Pak Prabowo," kata dia.
Agung mengatakan kunjungan Prabowo ke AS itu kemungkinan membahas di antaranya perdagangan alutsista. AS membuka peluang kerja sama dengan Indonesia yang dinilai sebagai pangsa pasar yang bagus.
"Ketika Indonesia kesulitan mendapatkan alutsista Amerika, lalu membeli ke Rusia atau China, secara tidak langsung merugikan AS. Karena devisa perdagangan alutsista ini cukup besar. Indonesia kan dianggap sebagai lahan basah, apalagi dana alutsista terus bertambah," sebut Agung.
Menurutnya, Indonesia pun bisa mendapatkan keuntungan dalam pertemuan itu. Prabowo pun kemungkinan membawa agenda pemerintah RI untuk dibawa ke AS.
"Ini kan benefit juga bagi Indonesia kalau yang dibawa Pak Prabowo deal. Dari sisi alutsista, Indonesia juga mendapatkan benefit ketika memiliki alutsista dari berbagai negara, itu menunjukkan Indonesia independen," kata Agung.
Sebelumnya, New York Times menyoroti undangan Menhan AS untuk Prabowo ini. Menurut media itu, undangan ini memiliki arti masing-masing bagi Prabowo maupun bagi AS.
"Bagi Prabowo, yang akan berusia 69 tahun pada hari Sabtu, dalam perjalanannya, kunjungan tersebut adalah puncak dari pencarian selama bertahun-tahun untuk mendapatkan kehormatan. Bagi Washington, ini menyoroti pentingnya Indonesia, sekutu AS yang berpotensi penting melawan China, dan selanjutnya menandakan degradasi hak asasi manusia ke masalah diplomatik kecil," tulis media itu, Rabu (15/10).
(rih/sip)