Gelombang massa yang melakukan aksi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja semakin membesar. Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendesak pemerintah segera melakukan sosialisasi isi dari UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan tersebut.
"Kami mendesak agar pemerintah segera mensosialisasikan detail isi dari undang-undang ini, bahwa hak-hak mereka tidak hilang. Pemerintah melalui semua kementerian hingga BUMN harus turun menjelaskan," ujar Bambang kepada wartawan di sela kegiatan reses di Banjarnegara, Kamis (8/10/2020).
Menurutnya, saat ini banyak tersebar hoax perihal isi undang-undang tersebut. Publik saat ini mempersoalkan sejumlah hal di antaranya terkait hak cuti, upah minimum kabupaten/kota dan lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti hal cuti, hak libur atau hak upah minimum kabupaten/kota. Itu semua ada, hanya disesuaikan dengan kondisi setempat dan inflasi. Keputusan ada di gubernur dan kepala daerah setempat," terang politisi Golkar tersebut tersebut.
Bambang kemudian menjelaskan pengesahan UU Cipta Kerja ini dilakukan untuk mempermudah investor dari luar negeri. Mengingat saat ini investor sulit masuk ke Indonesia lantaran rumitnya izin.
"Intinya Indonesia harus siap menarik investor dari luar negeri sebanyak-banyaknya. Selama ini yang menjadi kendala adalah rumitnya perizinan di Indonesia. Banyak investor yang akhirnya mundur. Kita kalah dengan negara lain seperti Vietnam dan sebagainya. Di sana mengurus izin sehari bisa selesai. Kita aturannya rumit dan tidak ada kepastian hukum," lanjutnya.
Tonton video 'Bela Omnibus Law, Airlangga: 30 Juta Orang Butuh Kerja!':
"Bukan sembunyi-sembunyi. Memang terbatas, nanti kalau tidak rapat dibilang tidak kerja. Kan kebutuhan mendesak. Begitu COVID-19 selesai maka langkah Indonesia adalah menarik investor," tuturnya.
Menurutnya, dengan datangnya investor akan meringankan beban negara dan akan berdampak pada rakyat. Selain itu juga hutang akan meningkat karena tidak bisa mandiri.
"Karena kalau tidak bisa menarik investor beban negara menjadi berat dampaknya rakyat sendiri, utang semakin meningkat. Untuk tahun 2021 saja kebutuhan paling tidak Rp 1.170 triliun pinjaman. Padahal jumlah pinjaman kita sekarang sudah lumayan besar, hampir Rp 5.000 sekian triliun," sebutnya.